Lumajang, – Kasus dugaan pengeroyokan terhadap Misrat (50), pedagang es krim di Alun-alun Lumajang, oleh oknum Satpol PP pada Minggu (11/5/2025) masih menyisakan tanda tanya besar.
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Lumajang membantah keras tuduhan tersebut, mengklaim luka yang dialami Misrat hanya akibat senggolan handy talkie petugas saat menggeser dagangan.
Namun, keterangan korban korban menunjukkan gambaran berbeda. Misrat mengaku dikeroyok oleh lima petugas Satpol PP yang memukulnya hingga mengalami luka robek di pipi kiri yang harus dijahit serta memar di wajah.
Korban juga melaporkan kejadian tersebut ke Polres Lumajang dan telah menjalani visum medis. Selama perjalanan ke pos penjagaan Pemda, Misrat mengaku terus dipukul dan ditarik oleh petugas.
Kepala Bidang Ketertiban Umum Satpol PP Lumajang, Mochammad Chaidir Sholeh, menyatakan jika benar pengeroyokan terjadi, mestinya banyak saksi melihat dan bukti foto atau video yang viral, mengingat saat itu Alun-alun dipenuhi warga yang hendak melepas keberangkatan jemaah haji.
“Jadi waktu itu teman-teman mau menggeser dagangannya, yang bersangkutan kayak tidak terima. Kebetulan petugas ada yang bawa HT, terus tersenggol, nah itu dianggap pengeroyokan,” ungkap Chaidir, Rabu (14/5/25).
Satpol PP juga menyebut telah mengeluarkan surat imbauan larangan berjualan di Alun-alun pada hari itu, yang tidak diindahkan Misrat.
Namun, sikap represif petugas yang berujung kekerasan justru menimbulkan pertanyaan serius soal cara penegakan aturan yang seharusnya mengedepankan dialog dan perlindungan hak warga, bukan kekerasan fisik.
“Kalau memang pengeroyokan pasti kan banyak saksi, ada foto atau video dan pasti sudah viral, kan banyak orang di sana,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan