Surabaya, – Sebanyak 74.700 ton gula hasil produksi petani di Jawa Timur dilaporkan tidak terserap pasar, meskipun provinsi ini merupakan salah satu produsen gula terbesar di Indonesia.
Menurut Arum Sabil, Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jatim, kondisi ini disebabkan oleh masifnya impor gula rafinasi, yang disebut membanjiri pasar domestik dan mengganggu distribusi gula lokal.
“Salah satu penyebabnya adalah soal impor bahan baku gula rafinasi yang membanjiri Indonesia,” kata Arum saat dikutip pada Rabu (27/8/25).
Baca juga: Mahkamah Agung Angkat Lagi Eks Hakim Itong Jadi ASN Pengadilan Surabaya
Jatim sendiri memproduksi sekitar 1,2 juta ton gula setiap tahun, atau sekitar 240 ribu ton per bulan selama musim panen lima bulan.
Sementara kebutuhan konsumsi langsung masyarakat Jatim hanya sekitar 30 ribu ton per bulan, sehingga terdapat kelebihan sekitar 190 ribu ton per bulan yang biasanya disalurkan ke provinsi lain.
Baca juga: Donat Lapis Tugu Malang Jadi Incaran Warga, Murah Meriah dengan Rasa Premium
Namun kini, pasar-pasar luar Jatim seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan, dan Indonesia Timur disebut sudah dipenuhi gula rafinasi, akibat rembesan produk dari pabrik-pabrik rafinasi yang memperoleh izin impor.
“Selama ini kelebihan itu terserap keluar daerah. Tapi sekarang semua wilayah sudah dibanjiri rafinasi,” jelas Arum.
Ia pun mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan, di antaranya:
-Audit pabrik-pabrik rafinasi untuk melacak distribusi produk mereka.
– Mengurangi impor gula mentah sebagai bahan baku rafinasi.
– Menindak tegas peredaran gula rafinasi di pasar tradisional dan modern yang seharusnya hanya digunakan oleh industri besar.
“Jika masalah ini dibiarkan, maka nasib petani tebu kian terjepit, dan gula lokal makin sulit bersaing di negeri sendiri,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan