Lumajang, – Peralihan dari musim hujan ke musim kemarau di Kabupaten Lumajang tidak hanya membawa perubahan cuaca yang ekstrem, tetapi juga meningkatkan risiko munculnya berbagai penyakit, salah satunya leptospirosis. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Leptospira yang menyebar melalui air yang terkontaminasi urine hewan, khususnya tikus.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB) Lumajang, sepanjang tahun 2025 hingga awal Juli, tercatat sebanyak 22 kasus leptospirosis.
Dari jumlah tersebut, 13 kasus dikategorikan sebagai suspek, sementara 9 lainnya masuk kategori probabel. Meski seluruh pasien telah dinyatakan sembuh setelah menjalani perawatan medis, tren kasus ini tetap menjadi perhatian serius bagi pihak kesehatan dan masyarakat.
“Memang tiap tahun ada saja kasus leptospirosis yang muncul, terutama saat pergantian musim. Tahun ini kami mencatat 22 kasus, dan alhamdulillah semuanya sudah sembuh total setelah mendapatkan perawatan yang tepat,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes P2KB Lumajang, Marshall Trihandono, Rabu (2/7/25).
Marshal mwnjelaskan, kondisi lingkungan yang basah dan adanya genangan air menjadi medium yang sangat ideal bagi bagi Leptospira untuk bertahan hidup dan menyebar. Urine tikus yang terancam dengan air di lingkungan sekutar menjadi sumber utama penularan penyakit.
“Penularan leptospirosis sangat mudah terjadi jika masyarakat beraktivitas di lingkungan yang terkontaminasi tanpa menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu boot atau sarung tangan karet,” tambahnya.
Leptospirosis dapat menimbulkan berbagai gejala, mulai dari demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, hingga komplikasi serius seperti gagal ginjal dan meningitis pada kasus berat. Beberapa pasien di Lumajang bahkan harus menjalani rawat inap untuk mendapatkan perawatan intensif.
Menanggapi situasi ini, pihaknya mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan, terutama saat beraktivitas di area yang rawan genangan air seperti sawah, selokan, dan area perkotaan yang sering tergenang.
Beberapa langkah pencegahan yang disarankan antara lain:
Menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti sepatu boot dan sarung tangan karet saat bekerja di lingkungan basah atau tergenang air.
Menjaga kebersihan lingkungan dengan membersihkan tumpukan sampah dan mengurangi populasi tikus di sekitar rumah.
Segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan jika mengalami gejala awal leptospirosis seperti demam, nyeri otot, dan sakit kepala.
“Pencegahan jauh lebih baik daripada pengobatan, karena leptospirosis bisa berakibat fatal jika terlambat ditangani,” tegas Marshall.
Sebagai perbandingan, pada tahun 2024 lalu, Lumajang mencatat 24 kasus leptospirosis. Meskipun jumlah kasus tahun ini sedikit menurun, potensi penularan masih sangat tinggi jika masyarakat dan pemerintah tidak melakukan langkah antisipasi yang efektif.
“Kami terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, serta berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk mengendalikan penyebaran penyakit ini. Namun, peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan agar upaya pencegahan bisa berjalan maksimal,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan