Pasuruan, – Produksi garam di Kabupaten Pasuruan mengalami penurunan selama dua tahun berturut-turut. Data dari Dinas Perikanan mencatat, total produksi garam pada tahun 2023 mencapai 16.709,39 ton, namun di tahun 2024 turun menjadi 15.225,39 ton.
Plt Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Pasuruan, Soegeng Soebijanto, menjelaskan bahwa penurunan produksi tersebut disebabkan oleh faktor cuaca yang tidak menentu.
Ia menyebut bahwa tahun ini Indonesia, termasuk Kabupaten Pasuruan, mengalami kemarau basah yang cukup panjang, sehingga sangat berpengaruh terhadap proses produksi.
Baca juga: 877 Polisi RW Diterjunkan, Polres Pasuruan Perkuat Kehadiran Polri di Tengah Warga
“Sebenarnya di bulan Juni-Juli itu idealnya sudah mulai panen. Tapi karena cuacanya tidak mendukung, bulan Juli kemarin baru selesai persiapan lahan dan meja garam,” katanya, Jumat (15/8/25).
Memasuki bulan Agustus 2025, para petambak garam di wilayah Pasuruan baru memulai tahapan persiapan air tua yaitu lapisan air yang paling atas dan menjadi bahan baku utama dalam proses pembuatan garam.
Soegeng menjelaskan bahwa kondisi iklim yang tidak stabil membuat jadwal produksi mundur dari waktu normal. Akibatnya, hasil panen garam pun tidak optimal.
Baca juga: Mulai 2026, Warga Kota Malang dengan PBB di Bawah Rp30 Ribu Dibebaskan Bayar Pajak
“Kita tidak bisa menetapkan target tahunan, karena semuanya tergantung cuaca,” ucapnya.
Meski produksi mengalami keterlambatan, Soegeng tetap optimis produksi garam di 224 hektare tambak garam yang tersebar di empat kecamatan potensial yaitu Bangil, Kraton, Rejoso, dan Lekok masih bisa digenjot dalam sisa musim kemarau.
“Kita harapkan di bulan-bulan ini hasilnya bisa maksimal sebelum musim penghujan datang,” imbuhnya.
Untuk membantu petambak meningkatkan kualitas dan efisiensi produksi, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur telah memberikan bantuan geo membran kepada Kelompok Tani Tambak Sari Laut di Desa Raci, Kecamatan Bangil.
Bantuan tersebut disalurkan pada Juli 2025, memungkinkan kelompok tani mempersiapkan produksi lebih awal dibanding metode tradisional.
“Kalau pakai geo membran, kualitas garam jauh lebih baik dan harga jualnya juga meningkat, bisa antara Rp1.500 hingga Rp2.000 per kilogram,” terang Soegeng.
Tinggalkan Balasan