Lumajang, – Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Lumajang, Agus Setiawan, mengingatkan pentingnya manajemen karya bagi para pelaku seni dan kreator di tengah maraknya konflik royalti yang kerap viral di Indonesia.
Menurutnya, akar dari banyaknya perselisihan tersebut bukan hanya karena sistem yang kurang ideal, tetapi karena seniman sering kali lupa bahwa mereka bukan hanya pencipta karya, melainkan juga pengelola karya yang harus mengatur dan melindungi hak cipta mereka.
Baca juga: Storytelling, Rahasia Konten Menarik Menurut Ketua Kadin Lumajang
“Sering saya katakan, seniman itu bukan hanya pencipta. Mereka adalah pengelola karya. Tapi kenyataannya, banyak teman-teman seniman yang hanya fokus pada menciptakan, lalu lupa mengelola hasil ciptaannya. Akhirnya karya itu diklaim orang lain, dikelola orang lain, dan keuntungannya juga dinikmati pihak lain,” katanya, Jumat (14/11/2025).
Agus menambahkan tidak sedikit kasus pertengkaran, perpecahan, hingga konflik royalti yang menjadi konsumsi publik terjadi karena seniman tidak memiliki bukti legal atas karya yang mereka buat dan kelola.
Baca juga: Ketua Kadin Lumajang, Kunci Sukses di Era Digital Adalah Konsistensi dan Branding Diri
“Masalah-masalah ini akhirnya viral di Indonesia. Semuanya berawal dari kelalaian kecil, tidak ada hitam di atas putih. Ketika merasa dikhianati dan ingin menuntut, mereka tidak punya bukti. Ini bahaya,” tegasnya.
Untuk itu, Agus menekankan agar seniman belajar menjadi manajer atas karyanya sendiri. Mulai dari pencatatan karya, pengaturan penggunaan, kerja sama, hingga kesepakatan honor dan pembagian keuntungan. Semua proses tersebut, menurutnya, harus dilakukan secara profesional.
Baca juga: Kadin Lumajang Dorong Seniman Jadi Pengusaha Kreatif Mandiri
“Kalau berhubungan dengan orang lain, jangan hanya modal percaya. harus ada kontrak kerja, harus ada kesepakatan tertulis. Mulai dari DP, pembagian royalti, sampai apa saja hak dan kewajibannya. Kalau tidak ada hitam di atas putih, itu yang bikin konflik,” tambahnya.
Menurut Agus, seniman pada dasarnya adalah wirausaha kreatif. Artinya, karya seni bukan hanya ekspresi, tetapi juga aset ekonomi yang harus dikelola dengan baik. Jika hanya mengandalkan order musiman, seperti tanggapan saat musim kawinan atau tampil setahun sekali di acara karnaval, maka perkembangan seniman akan mandek.
“Seniman harus bisa menjemput bola. Jangan hanya menunggu panggilan. Buat karya, kelola dengan benar, dan cari peluang lain agar pendapatan tidak bergantung musim. Apalagi di era digital, seni bisa menjadi potensi ekonomi luar biasa,” jelasnya.
Tinggalkan Balasan