Mengenal Weton Tulang Wangi: Misteri dan Makna di Balik Malam 1 Suro - Lensa Warta

Menu

Mode Gelap
EDITORIAL | Birokrasi Lemot, Anggaran Mandek, Moral ASN Rapuh: Saatnya Indah Masdar Lakukan Bersih-Bersih di Lumajang Bunda Indah: Santri Masa Kini Harus Jadi Pelopor Peradaban yang Berakar pada Moral dan Nasionalisme Bunda Indah Gaungkan “Nguri-Nguri Budaya Jawa”: Sekolah Jadi Ruang Cerdas yang Berakar pada Kearifan Lokal Santri Lumajang Gelar Aksi Damai: Meneguhkan Nilai Pesantren dan Etika Publik “Gema Berbaris” Lumajang: Mencetak Generasi Madrasah yang Cerdas, Religius, dan Nasionalis

Nasional · 26 Jun 2025 18:27 WIB ·

Mengenal Weton Tulang Wangi: Misteri dan Makna di Balik Malam 1 Suro


 Mengenal Weton Tulang Wangi: Misteri dan Makna di Balik Malam 1 Suro Perbesar

Lensawarta.com – Setiap menjelang Malam 1 Suro, suasana mistis dan penuh makna dalam budaya Jawa kembali mengemuka.

Salah satu fenomena yang menarik perhatian adalah keberadaan weton tulang wengi, sebuah konsep yang kerap dikaitkan dengan malam pertama bulan Suro dalam kalender Jawa.

Tahun ini, Malam 1 Suro bertepatan dengan Kamis, 26 Juni 2025 setelah matahari terbenam, menandai awal Tahun Baru Jawa sekaligus 1 Muharram 1447 H dalam kalender Islam.

Weton tulang wangi merupakan istilah yang merujuk pada kelompok hari kelahiran tertentu dalam penanggalan Jawa yang dipercaya memiliki energi khusus dan sensitivitas tinggi, terutama saat memasuki Malam 1 Suro.

Kepala Pusat Unggulan Iptek Javanologi Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Sahid Teguh Widodo, menjelaskan bahwa konsep ini bukan sekadar kepercayaan biasa, melainkan bagian dari budaya kosmologi Jawa yang memandang manusia sebagai bagian dari semesta alam yang saling terhubung.

Menurut Sahid, weton tulang wangi merupakan manifestasi dari self-cultivation atau budidaya diri, di mana seseorang mempersiapkan diri secara spiritual dan mental untuk menyambut tahun baru dengan kesadaran yang lebih tinggi.

“Dalam tradisi Jawa, waktu-waktu tertentu seperti Sabtu Wage atau Sabtu Legi dianggap istimewa dan memiliki getaran energi yang berbeda,” ungkapnya, saat dikutip, Kamis (26/6/25).

Berikut adalah 11 weton tulang wangi yang sering disebut dalam tradisi dan kepercayaan masyarakat Jawa:

• Senin Kliwon

• Senin Wage

• Senin Pahing

• Selasa Legi

• Rabu Kliwon

• Rabu Pahing

• Kamis Wage

• Sabtu Wage

• Sabtu Legi

• Minggu Pon

• Minggu Kliwon

Orang-orang yang lahir pada weton-weton ini dipercaya memiliki sensitivitas dan daya tarik khusus, termasuk kemampuan untuk merasakan hal-hal yang tidak kasat mata.

Menjelang Malam 1 Suro, banyak pemilik weton tulang wangi melaporkan mengalami gejala fisik dan psikologis yang unik, seperti:

• Rasa lemas dan pegal-pegal di tubuh

• Sulit tidur dan gelisah

• Sensasi panas di bagian belakang leher

• Mendengar suara-suara aneh atau bisikan halus

• Perasaan emosional yang tidak stabil

Fenomena ini pernah viral di media sosial X (Twitter) pada tahun lalu, di mana sebuah unggahan tentang pengalaman pemilik weton tulang wangi mendapat perhatian lebih dari satu juta pengguna.

Hal ini menunjukkan betapa kuatnya kepercayaan dan rasa penasaran masyarakat terhadap fenomena ini.

Sementara, menurut budayawan dan dosen Ilmu Sejarah UNS Surakarta, Tundjung Wahadi Sutirto, menambahkan bahwa Malam 1 Suro dalam tradisi Jawa adalah malam yang penuh dengan energi magis dan mistis.

“Konon, pada malam ini, roh leluhur dan makhluk halus dipercaya kembali ke dunia manusia,” ungkapnya.

Karena kedekatannya dengan dunia gaib, pemilik weton tulang wangi dianggap lebih peka terhadap kehadiran roh-roh tersebut dan bisa merasakan energi negatif yang mungkin terbawa.

Oleh karena itu, mereka disarankan untuk memperkuat hubungan spiritual dengan Yang Maha Kuasa melalui doa, meditasi, atau ritual lain yang dapat menenangkan jiwa dan melindungi diri dari pengaruh negatif.

Fenomena weton tulang wangi bukan sekadar cerita mistis, melainkan juga cerminan dari filosofi hidup masyarakat Jawa yang mengedepankan harmoni antara manusia dan alam semesta. Kepercayaan ini mengajarkan pentingnya kesadaran diri, pengendalian emosi, dan keharmonisan spiritual dalam menghadapi perubahan waktu dan peristiwa penting seperti Tahun Baru Jawa.

Melalui pemahaman ini, masyarakat diharapkan dapat menjalani hidup dengan lebih bijak, menghormati tradisi leluhur, dan menjaga keseimbangan antara dunia nyata dan dunia gaib.

Artikel ini telah dibaca 45 kali

badge-check

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Karangtaruna Diminta Bangun Kemandirian Ekonomi Desa

15 November 2025 - 14:42 WIB

1.700 Personel Gabungan Dikerahkan Amankan Laga Arema FC vs Persija di Stadion Kanjuruhan

8 November 2025 - 11:57 WIB

Gunung Semeru Erupsi, Polres Lumajang Pastikan Seluruh Unsur Siaga Hadapi Potensi Bencana

5 November 2025 - 13:09 WIB

Cegah Kepanikan Warga, Bupati Lumajang Perkuat Pengawasan SPBU Pertamina

31 Oktober 2025 - 16:24 WIB

Bupati Lumajang Sidak Dua SPBU, Pastikan Pertalite Aman dan Sesuai Standar

31 Oktober 2025 - 16:13 WIB

Pemerintah Siapkan Rp20 Triliun untuk Hapus Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan

31 Oktober 2025 - 10:50 WIB

Trending di Nasional