Surabaya, – Cuaca ekstrem kembali melanda sebagian wilayah Jawa Timur. Hujan deras disertai angin kencang dan potensi puting beliung diperkirakan terjadi sepanjang periode 30 Oktober hingga 5 November 2025.
Namun, di balik langit kelabu dan derasnya hujan, terdapat dinamika kompleks di atmosfer yang menjadi penyebab utamanya, Madden Julian Oscillation (MJO) dan Gelombang Rossby.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Juanda, dua fenomena atmosfer global ini sedang aktif melintasi wilayah Indonesia bagian tengah dan timur, termasuk Jawa Timur.
Aktivitas keduanya memicu peningkatan pertumbuhan awan konvektif yang dapat menimbulkan hujan dengan intensitas tinggi.
Baca juga:Harga Daging Ayam Ras di Lumajang Turun Jadi Rp 34 Ribu per Kilogram
MJO, Napas Cuaca dari Samudra Hindia
Kepala Stasiun Meteorologi Juanda, Taufiq Hermawan, menjelaskan bahwa MJO merupakan gelombang besar di atmosfer yang bergerak dari barat ke timur, membawa massa udara lembap dari Samudra Hindia menuju wilayah tropis Indonesia.
“Ketika fase aktif MJO melintasi Indonesia, aktivitas pertumbuhan awan hujan meningkat tajam. Itulah sebabnya, beberapa hari terakhir potensi hujan lebat lebih sering terjadi,” jelas Taufiq, Kamis (30/10/2025).
Baca juga:Rp 47 Miliar untuk Gen Z Surabaya, DPRD Tekankan Urban Farming dan Usaha Digital Berbasis Kelompok
MJO biasanya berlangsung dalam siklus 30 hingga 60 hari, dan setiap kali melewati wilayah Indonesia, dampaknya terasa dalam bentuk peningkatan curah hujan, petir, dan angin kencang.
Gelombang Rossby, Riak Atmosfer yang Tak Terlihat
Selain MJO, Gelombang Rossby turut berperan memperkuat potensi cuaca ekstrem. Fenomena ini merupakan gelombang atmosfer berfrekuensi rendah yang memengaruhi pola angin dan tekanan udara di lapisan atas.
“Gelombang Rossby dapat memperlambat aliran udara di atmosfer, sehingga uap air tertahan lebih lama di suatu wilayah. Akibatnya, awan hujan lebih mudah terbentuk dan intensitasnya meningkat,” lanjut Taufiq.
Ketika dua fenomena ini terjadi bersamaan, ditambah kondisi suhu muka laut hangat di sekitar Selat Madura dan perairan Jawa Timur, atmosfer menjadi sangat labil. Labilitas ini menciptakan peluang terbentuknya awan Cumulonimbus (Cb) jenis awan tinggi yang kerap memicu hujan deras, petir, dan angin puting beliung.
Suhu Laut yang Menghangat, Energi untuk Awan
BMKG juga mencatat bahwa suhu muka laut di perairan utara Jawa Timur saat ini berada di atas normal, berkisar +0,5 hingga +1,0°C. Kondisi itu menambah pasokan uap air di atmosfer.
“Ibarat bahan bakar, suhu laut hangat memberikan energi tambahan bagi proses pembentukan awan konvektif. Inilah yang membuat intensitas hujan di Jawa Timur meningkat,” terangnya.
Tinggalkan Balasan