Lumajang, – Hari itu menjadi penanda sejarah baru bagi Kabupaten Lumajang. Setelah melalui perjuangan panjang selama bertahun-tahun, Stasiun Klakah akhirnya resmi disetujui untuk berganti nama menjadi Stasiun Lumajang.
Keputusan ini disampaikan langsung oleh Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas I Surabaya, Denny Michels Adlan, yang menyebut bahwa usulan tersebut telah mendapat dukungan penuh dan kini tengah dalam proses finalisasi administratif di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan.
“Kami melihat ini sebagai bentuk penyesuaian identitas wilayah. Nama stasiun adalah simbol kedaerahan, dan Lumajang pantas mendapat pengakuan itu,” kata Denny, Senin (11/8/25).
Baca juga: Inilah 5 Daerah dengan Kriminalitas Tertinggi di Jatim, Lumajang Nomor Berapa?
Selama ini, nama Lumajang tak pernah terdengar di antara deru kereta api yang berhenti di wilayah ini. Stasiun yang terletak di Kecamatan Klakah menjadi satu-satunya pintu masuk transportasi kereta api bagi kabupaten ini tanpa mencantumkan nama daerah induknya.
Akibatnya, Lumajang seperti absen dalam jaringan perkeretaapian nasional, meski secara administratif dan sejarah, kabupaten ini telah lama berdiri dan memiliki peran penting di wilayah timur Jawa.
Proses menuju penggantian nama stasiun ini bukanlah hal sepele. Pemerintah Kabupaten Lumajang telah mengajukan permintaan resmi sejak beberapa tahun lalu. Mulai dari surat menyurat ke kementerian, kajian teknis dan sejarah, hingga audiensi lintas lembagasemua ditempuh demi satu tujuan mengembalikan nama Lumajang ke tempat yang semestinya.
Bupati Lumajang, Indah Amperawati (Bunda Indah), menyambut kabar ini dengan penuh syukur dan haru. “Ini bukan sekadar pergantian nama stasiun. Ini adalah kemenangan batin bagi warga Lumajang. Akhirnya, nama daerah kita diakui dalam jaringan perkeretaapian nasional,” ucapnya.
Nama memang bukan segalanya, tapi nama bisa menyimpan makna. Selama ini, wisatawan yang turun di Stasiun Klakah tidak pernah benar-benar tahu bahwa mereka telah menginjak tanah Lumajang. Sopir-sopir ojek dan travel pun sering kali harus menjelaskan berkali-kali: “Ini memang Lumajang, cuma nama stasiunnya Klakah.”
Cerita-cerita kecil seperti ini menjadi luka kolektif. Dan karena itu, ketika akhirnya nama Lumajang akan terpampang di papan stasiun, terdengar dalam pengeras suara kereta, dan tercetak di tiket, rasanya seperti lembar sejarah baru dibuka untuk daerah ini.
“Ini tentang kedaulatan simbolik. Bayangkan, sebuah kabupaten tidak punya stasiun bernama sesuai wilayahnya. Itu membuat kita nyaris tak terpetakan dalam sistem nasional,” ujar Sastro Wijoyo, dosen sejarah lokal di Lumajang.
Langkah ini juga menjadi penanda penting dalam strategi branding dan pariwisata daerah. Nama stasiun adalah pintu masuk pertama bagi wisatawan. Ketika mereka melihat Stasiun Lumajang, maka keterhubungan emosional dan geografis langsung terbentuk.
Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Lumajang, Rasmin, menegaskan bahwa pihaknya siap melakukan penyesuaian teknis yang dibutuhkan pasca-pergantian nama, termasuk penataan ulang kawasan sekitar stasiun agar lebih representatif dan sesuai dengan identitas kota.
“Ini bukan sekadar ganti papan nama. Kita ingin membangun ulang wajah Lumajang dari pintu gerbang transportasinya,” kata dia.
Tak sedikit warga yang menyambut kabar ini dengan haru. Bu Lestari, 58 tahun, yang setiap bulan naik kereta untuk menjenguk anaknya di Malang, mengaku sangat bangga. “Nanti saya bisa bilang ke orang-orang, saya naik dari Stasiun Lumajang, bukan Klakah lagi,” ujarnya tersenyum.
Tinggalkan Balasan