Lumajang, – Kebijakan impor gula rafinasi kembali menuai sorotan. Distribusi yang semestinya hanya untuk industri makanan dan minuman, kini dinilai bocor ke pasar konsumsi, mengakibatkan gula produksi petani lokal tidak terserap.
Kondisi ini dirasakan langsung oleh para petani tebu di Kabupaten Lumajang yang tengah menghadapi krisis jelang musim tanam.
Hingga awal September 2025, tercatat sekitar 9.000 ton gula petani masih tertimbun di gudang PG Jatiroto, yang menjadi salah satu pabrik gula terbesar di Jawa Timur. Tumpukan ini terjadi sejak akhir Juni, dan belum ada kepastian kapan seluruh stok bisa diserap.
Manager Keuangan dan Umum PT SGN PG Jatiroto, Apit Eko Prihantono, menyebutkan bahwa akar persoalan terletak pada masuknya gula rafinasi impor ke pasar konsumsi, yang seharusnya hanya digunakan untuk kebutuhan industri.
“Gula rafinasi itu semestinya untuk industri makanan dan minuman. Tapi sekarang malah masuk ke pasar konsumsi. Ini yang menyebabkan gula petani tidak terserap,” katanya, Kamis (4/9/25).
Baca juga: Polres Malang Tetapkan 13 Tersangka Perusakan Pos Polisi, Satu Pelaku Masih di Bawah Umur
Pemerintah melalui ID Food dan SGN baru merencanakan penyerapan sekitar 6.500 ton dari total stok 9.000 ton milik petani. Namun, hingga saat ini, distribusi masih belum berjalan. Para petani menanti kejelasan, sementara bunga pinjaman terus berjalan dan biaya hidup harus ditanggung.
Pihak PG Jatiroto mendesak agar pemerintah melakukan pembatasan kuota impor gula rafinasi dan memperkuat pengawasan distribusi agar tidak lagi masuk ke pasar ritel. Selain itu, perlu ada reformasi sistem tata niaga gula agar tidak merugikan produsen dalam negeri.
Baca juga: Koperasi Merah Putih Pasuruan Mandek, Ketua: Tak Ada Modal yang Bisa Dikelola
“Pemerintah harus segera bertindak. Impor perlu dibatasi dan distribusinya diawasi ketat. Kalau tidak, petani lokal akan terus jadi korban,” tegas Apit.
Yang artinya, kondisi tersebut mengganggu distribusi dan menumpuknya stok, serta membuat petani kehilangan sumber pendapatan. Akibatnya, banyak petani kesulitan likuiditas untuk mempersiapkan musim tanam 2025/2026, yang tinggal hitungan minggu.
Gudangkan, PG Jatiroto kini telah terisi lebih dari 45.000 ton dari total kapasitas 59.500 ton. Penambahan stok terus terjadi setiap hari, memperparah kondisi logistik dan distribusi.
“Selama penyerapan belum terealisasi, petani dua bulan ini belum menerima DO yang cair dan tetap menanggung bunga bank. Kredit komersil mereka juga banyak yang sudah lewat jatuh tempo,” ungkap Edy Sudarsono, Plt Ketua DPC Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) PG Jatiroto.
Tinggalkan Balasan