Lumajang, – Dusun Kalibanter, Desa Kalipenggung, Kecamatan Randuagung tengah menghadapi krisis agraria yang serius akibat dugaan pelanggaran Hak Guna Usaha (HGU) oleh PT Kalijero.
Warga setempat mengeluhkan ketidakjelasan status lahan yang selama ini dikuasai perusahaan, yang diduga tidak sesuai dengan peruntukan HGU yang diajukan.
Kasus ini membuka tabir pelanggaran administratif yang berpotensi merugikan masyarakat dan negara.
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Lumajang Oktafiani menyatakan dengan tegas bahwa PT Kalijero telah melakukan pelanggaran yang sangat jelas.
Perusahaan ini diwajibkan melaporkan rencana kerja tahunan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai bagian dari kewajiban administrasi HGU. Namun, selama bertahun-tahun, bahkan hingga perpanjangan HGU yang sudah mencapai tiga kali, PT Kalijero tidak pernah menyerahkan laporan tersebut.
“Kami sangat prihatin karena laporan rutin yang wajib disampaikan tidak pernah diterima BPN. Ini pelanggaran berat yang tidak bisa dibiarkan,” kata Oktafiani, Sabtu (24/5/25).
HGU PT Kalijero mencakup hektare lahan, namun peruntukannya diduga tidak sesuai dengan yang diajukan saat permohonan.
Karena HGU ini dikeluarkan oleh kementerian, bukan oleh BPN daerah, maka DPR berencana melakukan koordinasi langsung dengan kementerian terkait untuk menelusuri dan menguji ulang keabsahan rekomendasi HGU tersebut.
“Kami akan mencari tahu apakah kementerian sudah melakukan uji kelayakan dan memastikan lahan digunakan sesuai peruntukannya. Jika tidak, kami tidak segan mengambil langkah tegas,” tegas Oktafiani.
Diberitakan sebelumnya, alih fungsi lahan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 1.200 hektar milik PT Kalijeruk Baru (KJB) di Dusun Kalibanter, Desa Kalipenggung, Kecamatan Randuagung, Kabupaten Lumajang, memicu keprihatinan mendalam dari warga setempat.
Penebangan besar-besaran tanaman keras seperti karet, kakao, dan kopi yang selama puluhan tahun menjadi penyangga ekosistem kini digantikan oleh perkebunan tebu yang disewakan kepada pihak ketiga. Praktik ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam keselamatan dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Alih fungsi lahan yang dilakukan PT KJB ini diduga tidak sesuai dengan izin yang diberikan. Warga menilai perubahan drastis dari tanaman keras yang ramah lingkungan menjadi tanaman tebu yang lebih merusak adalah bentuk penyimpangan yang harus segera diusut tuntas.
Ahmad Sidik, perwakilan warga Dusun Kalibanter, menegaskan bahwa warga tidak menuntut pengambilalihan lahan, melainkan pengelolaan yang sesuai dengan peruntukan awal yang telah disetujui, yakni tanaman keras yang berkelanjutan dan menjaga keseimbangan alam.
Tinggalkan Balasan