Lumajang, – Dalam suasana penuh khidmat dan kebersamaan, ribuan umat Hindu dari berbagai penjuru Jawa Timur dan Bali berkumpul dalam acara Pujo Wali di Pura Mandhara Giri Semeru Agung.
Tak sekadar seremonial, Pujo Wali ini menjadi simbol kuat penyatuan dua pusat kebudayaan Hindu yang selama ini tumbuh berdampingan, Bali dan Jawa Timur.
Bertemakan “Menyatukan Bakti, Menyatukan Nusantara”, acara Penutup Piodalan di Pura Mandhara Giri Semeru Agung, yang berlangsung Senin (21/7/25), ini membuktikan bahwa spiritualitas Hindu bukan hanya milik Bali Di Jawa Timur.
Kehidupan beragama umat Hindu berkembang dinamis, meski kerap tersembunyi di lereng-lereng bukit, desa-desa terpencil, dan pelosok kota.
Pura Mandhara Giri Semeru Agung bukan sekadar tempat ibadah. Ia menjadi semacam poros rohani bagi umat Hindu Jawa Timur yang tersebar di 32 kabupaten/kota, dengan total lebih dari 526 pura.
Baca juga: Langit Timur Jawa Kini Memiliki Landmark Baru, Aston Inn Lumajang
Lokasinya yang menantang, sebagian berada di pegunungan dan dataran tinggi, justru menguatkan makna bakti yang dijalankan, bahwa perjalanan spiritual bukanlah perkara mudah, tapi layak diperjuangkan.
“Setiap hari, umat dari ujung timur hingga ujung barat Jawa Timur datang ke pura ini. Mereka datang bukan hanya untuk sembahyang, tapi juga untuk merajut kebersamaan,” kata PHDI Jawa Timur, I gusti putu raka, Selasa (22/7/25).
Baca juga: Ribuan Umat Hadiri Pementasan Calon Arang di Pura Mandhara Giri Semeru Agung
Kehadiran umat dari Bali dalam acara Pujo Wali mempertegas ikatan batin yang telah lama terbentuk antara Jawa Timur dan Bali. Sejarah panjang persebaran Hindu, dari era Majapahit hingga era modern, menjadikan dua wilayah ini sebagai penjaga nilai-nilai dharma di Nusantara.
Selain itu, kata dia, tarian dari Madura, sesaji khas Bali, dan kidung Jawa disatukan dalam sebuah irama harmoni. “Ini bukan hanya soal warisan budaya, tapi juga soal semangat untuk menjaga keberlanjutan spiritualitas Hindu lintas pulau,” katanya.
Salah satu pesan penting dalam Pujo Wali tahun ini adalah tentang kesinambungan. Para pemuka umat dan tokoh adat menekankan pentingnya memikirkan masa depan Hindu di luar Bali 10, 20, bahkan 40 tahun mendatang.
“Generasi muda harus didorong menjadi penjaga tradisi, pelestari dharma, dan penggerak komunitas,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan