Lumajang, – Di Desa Tegalbangsri, Kecamatan Ranuyoso, Lumajang, muncul tradisi balapan unik yang berbeda dari biasanya, yakni Karapan Marmot.
Tradisi ini rutin digelar setiap musim kemarau dan melibatkan marmot, hewan kecil yang menggemaskan, untuk beradu kecepatan di lintasan sepanjang 50 meter.
Berbeda dengan karapan sapi atau kuda yang biasanya menggunakan joki, Karapan Marmot tidak melibatkan joki. Para pemilik hanya melepas marmot peliharaan mereka di garis start dan memberikan semangat dari pinggir lintasan agar hewan tersebut berlari hingga garis finish.
Perlombaan ini diikuti oleh puluhan peserta, dengan marmot yang mendapat perawatan khusus seperti makanan bergizi dan ramuan jamu tradisional untuk meningkatkan stamina.
“Sudah seminggu saya latih tiap sore. Dikasih makan wortel sama jamu supaya lincah,” ujar Rofik, salah satu peserta lomba, pada Minggu (18/5/2025).
Selain sebagai hiburan yang meriah dan penuh sorak sorai penonton, Karapan Marmot juga memiliki makna budaya penting bagi warga setempat.
Tradisi ini menandai datangnya musim kemarau sekaligus menjadi sarana pelestarian budaya lokal. Marmot yang menang dalam lomba biasanya memiliki nilai jual yang lebih tinggi, menjadikan perlombaan ini juga berpengaruh pada aspek ekonomi masyarakat.
“Senang bisa ikut lomba. Walau marmot saya belum juara, suasananya seru banget,” tambah peserta lain, Bagas.
Karapan Marmot menunjukkan kreativitas masyarakat Lumajang dalam mengembangkan tradisi unik yang menghibur sekaligus memperkuat ikatan sosial dan budaya di desa mereka.
“Kalau sudah juara, banyak yang mau beli. Harganya bisa dua kali lipat,” jelas Afandi, salah satu panitia lomba.
Tinggalkan Balasan