Lumajang, – Alih fungsi lahan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 1.200 hektar milik PT Kalijeruk Baru (KJB) di Dusun Kalibanter, Desa Kalipenggung, Kecamatan Randuagung, Kabupaten Lumajang, memicu keprihatinan mendalam dari warga setempat.
Penebangan besar-besaran tanaman keras seperti karet, kakao, dan kopi yang selama puluhan tahun menjadi penyangga ekosistem kini digantikan oleh perkebunan tebu yang disewakan kepada pihak ketiga. Praktik ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam keselamatan dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Alih fungsi lahan yang dilakukan PT KJB ini diduga tidak sesuai dengan izin yang diberikan. Warga menilai perubahan drastis dari tanaman keras yang ramah lingkungan menjadi tanaman tebu yang lebih merusak adalah bentuk penyimpangan yang harus segera diusut tuntas.
Ahmad Sidik, perwakilan warga Dusun Kalibanter, menegaskan bahwa warga tidak menuntut pengambilalihan lahan, melainkan pengelolaan yang sesuai dengan peruntukan awal yang telah disetujui, yakni tanaman keras yang berkelanjutan dan menjaga keseimbangan alam.
“Kami tidak ingin lahan kami berubah menjadi lahan tebu yang hanya menguntungkan segelintir pihak dan merusak lingkungan. Sekarang sudah musnah. Untuk luasnya 1.200 hektar secara ijinnya,” tegas Ahmad Sidik dalam Rapat Kerja Gabungan Lintas Komisi DPRD Lumajang yang digelar tertutup, Jumat (23/5/25).
Kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan ini sudah nyata dan memprihatinkan. Solihin, warga setempat, mengungkapkan bahwa pada bulan puasa lalu, banjir besar melanda Desa Kalipenggung, merendam rumah-rumah warga dan menyebabkan kerugian materi yang signifikan.
“Banjir ini bukanlah bencana alam biasa, melainkan konsekuensi logis dari hilangnya tutupan tanaman keras yang berfungsi sebagai penahan air dan pengikat tanah di wilayah berbukit tersebut,” jelasnya.
Ketua DPRD Lumajang, Oktafiani, menyatakan bahwa Komisi C DPRD telah melakukan inspeksi lapangan dan menemukan banyak kejanggalan serta kerugian besar yang dialami masyarakat akibat alih fungsi lahan ini. “Kami sudah memanggil PT Kalijeruk Baru untuk memberikan klarifikasi terkait pengaduan ini, namun perusahaan belum hadir. Audiensi dijadwalkan pada 2 Juni nanti,” jelasnya.
Ketidakhadiran PT KJB dalam forum resmi DPRD menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen perusahaan terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan. DPRD menegaskan akan terus mengawal kasus ini agar hak-hak masyarakat dan kelestarian lingkungan tetap terjaga.
Tinggalkan Balasan