Lumajang, – Lumajang, sebuah kabupaten di Jawa Timur, menyimpan keindahan alam memukau sekaligus kekayaan budaya yang luar biasa, terutama terlihat dari desa-desa wisata yang menjadi pusat jejak budaya lokal.
Desa Ranupani dan Desa Senduro adalah dua contoh desa wisata yang menawarkan pengalaman otentik dan bermakna bagi wisatawan yang ingin menyelami kehidupan masyarakat Tengger dan tradisi khas Lumajang.
Desa Ranupani: Gerbang Budaya di Kaki Semeru
Terletak di ketinggian 2.100 mdpl di kaki Gunung Semeru, Desa Ranupani bukan hanya pintu masuk utama pendakian gunung tertinggi di Pulau Jawa, tetapi juga pusat budaya suku Tengger, keturunan Kerajaan Majapahit yang memegang gelar kehormatan Tiyang Gajahmada.
Desa ini memiliki tiga danau eksotis-Ranu Pani, Ranu Regulo, dan Ranu Kumbolo-yang dikelilingi lanskap alam asri dan udara sejuk antara 5-18°C.
Masyarakat Ranupani masih melestarikan tradisi seperti Upacara Karo yang sarat makna syukur dan penghormatan leluhur, serta aktivitas agraris seperti bertani kentang dan berkebun sayur organik yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Wisatawan dapat berinteraksi langsung dengan warga, belajar memasak makanan khas Tengger, dan menyaksikan pertunjukan seni tradisional di malam hari.
Desa ini juga meraih prestasi nasional sebagai salah satu dari tiga Desa Wisata Terbaik Indonesia pada tahun 2024, penghargaan yang diberikan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atas keberhasilan menjaga keberlanjutan lingkungan, pengelolaan destinasi, dan partisipasi aktif masyarakat lokal dalam pariwisata.
Penghargaan ini menegaskan Ranupani sebagai destinasi unggulan yang menggabungkan keindahan alam dan budaya hidup.
Desa Senduro: Sentra Kerajinan dan Harmoni Religius
Di Desa Senduro berdiri Pura Mandara Giri Semeru Agung, pura terbesar di luar Bali yang menjadi simbol harmoni antaragama di Lumajang. Senduro juga dikenal sebagai pusat kerajinan tangan seperti anyaman bambu, batik tulis, dan kerajinan daur ulang. Wisatawan dapat mengikuti workshop kerajinan yang mengajarkan filosofi dan teknik tradisional, memperkaya pengalaman budaya mereka.
Tradisi dan Upacara Adat yang Hidup
Selain Upacara Karo, masyarakat Lumajang rutin menggelar tradisi seperti Selamatan Desa, Nyadran, dan Larung Sesaji yang terkait dengan musim tanam dan panen. Kegiatan ini tidak hanya mempererat hubungan sosial, tetapi juga memberikan kesempatan bagi wisatawan untuk mengalami pengalaman spiritual dan budaya yang mendalam.
Pengalaman Homestay: Menyelami Kehidupan Lokal
Program homestay di desa-desa wisata Lumajang memungkinkan wisatawan tinggal bersama keluarga lokal, mengikuti rutinitas harian mulai dari memasak, bertani, hingga menikmati kopi lokal.
Hiburan seni seperti jathilan dan reog yang dibawakan pemuda desa menambah kedalaman pengalaman budaya, menjadikan kunjungan lebih dari sekadar wisata biasa.
Kuliner Tradisional yang Menggugah Selera
Kuliner khas seperti tape pisang, sego boran, pecel kelopo, dan minuman rempah tradisional menjadi daya tarik tersendiri. Beberapa desa menyediakan kelas memasak yang mengajak pengunjung belajar langsung dari ibu-ibu rumah tangga, mempererat hubungan antara tamu dan tuan rumah serta melestarikan tradisi kuliner lokal.
Membangun Pariwisata Berbasis Budaya dan Keberlanjutan
Pemerintah dan komunitas lokal Lumajang aktif mendorong pariwisata yang berkelanjutan dan berbasis budaya melalui pelatihan pemandu lokal, promosi digital, dan festival budaya tahunan. Upaya ini memastikan bahwa wisata tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga menjaga kelestarian budaya dan lingkungan.
Dengan keindahan alam yang memukau, tradisi yang hidup, dan masyarakat yang ramah, Lumajang menawarkan pengalaman wisata yang autentik dan bermakna. Desa Ranupani dan Senduro menjadi jendela hidup menuju warisan budaya Lumajang, menjadikan kabupaten ini destinasi yang wajib dikunjungi bagi pencari pengalaman wisata yang berbeda dan mendalam.
Tinggalkan Balasan