Wedang Angsle, Hangatnya Tradisi dalam Semangkok Kenangan

Menu

Mode Gelap
EDITORIAL | Birokrasi Lemot, Anggaran Mandek, Moral ASN Rapuh: Saatnya Indah Masdar Lakukan Bersih-Bersih di Lumajang Bunda Indah: Santri Masa Kini Harus Jadi Pelopor Peradaban yang Berakar pada Moral dan Nasionalisme Bunda Indah Gaungkan “Nguri-Nguri Budaya Jawa”: Sekolah Jadi Ruang Cerdas yang Berakar pada Kearifan Lokal Santri Lumajang Gelar Aksi Damai: Meneguhkan Nilai Pesantren dan Etika Publik “Gema Berbaris” Lumajang: Mencetak Generasi Madrasah yang Cerdas, Religius, dan Nasionalis

Ekonomi · 1 Agu 2025 22:19 WIB ·

Wedang Angsle, Hangatnya Tradisi dalam Semangkok Kenangan


 Wedang Angsle, Hangatnya Tradisi dalam Semangkok Kenangan Perbesar

Di tengah derasnya tren minuman kekinian, ada satu sajian tradisional yang tetap setia menemani malam dingin di Jawa Timur. Namanya wedang angsle. Namanya mungkin terdengar asing bagi sebagian orang, tapi bagi warga Malang, Blitar, dan sekitarnya, wedang angsle adalah pelukan hangat dari masa lalu.

Disajikan dalam mangkuk sederhana, wedang angsle sebenarnya lebih dari sekadar minuman. Ia adalah perpaduan rasa, aroma, dan kenangan. Bayangkan santan hangat yang gurih, berpadu dengan ketan putih, mutiara merah muda, kacang hijau rebus, potongan roti tawar, dan terkadang irisan kolang-kaling. Semua diaduk-aduk hingga menjadi semangkok kenangan.

Baca juga : Angsle, Minuman Hangat Khas Jawa Timur yang Menggoda Selera di Musim Hujan

Bukan sekedar minuman tapi sajian penuh cerita

Wedang angsle bukan sekadar minuman, tapi sebuah sajian penuh cerita. Dalam satu mangkuknya, kamu akan menemukan ketan putih yang pulen, kacang hijau rebus, mutiara kenyal berwarna merah muda, potongan roti tawar, kolang-kaling, bahkan terkadang tape singkong. Semua itu disiram kuah santan manis dengan aroma jahe yang langsung menghangatkan tenggorokan dan hati.

Suara gerobak dorong berderit di malam hari, uap mengepul dari panci besar, dan senyum ramah penjual yang menawarkan, “Angsle, Mas?” semua itu menghadirkan nuansa yang sulit tergantikan.

Filosofi wedang angsle

Menariknya, wedang ini tidak hanya mengandalkan rasa, tapi juga filosofi. Setiap bahan punya cerita. Ketan dan kacang hijau melambangkan hasil bumi, roti dan kolang-kaling menambah tekstur dan warna hidup. Semuanya menyatu, seperti masyarakat Jawa yang rukun dan guyub.

Di era serba cepat seperti sekarang, wedang angsle jadi semacam pengingat. Bahwa yang sederhana pun bisa tetap dicintai. Ia hadir bukan hanya sebagai pelepas dahaga, tapi juga pelepas rindu pada rumah, pada masa kecil, dan pada tradisi yang hampir terlupa.

Kini, wedang angsle mulai merambah kafe-kafe kekinian, tampil lebih modern namun tetap mempertahankan cita rasa aslinya. Beberapa varian bahkan hadir dengan topping es krim atau susu evaporasi. Kreatif? Tentu saja. Tapi bagi para pencinta sejatinya, tidak ada yang mengalahkan sensasi duduk di pinggir jalan, menikmati angin malam, dan menyeruput semangkuk kehangatan. Apalagi jika sambil merangkai cerita dan tawa canda bersama orang tersayang.

Jadi, kalau kamu bosan dengan kopi atau boba, coba deh wedang angsle. Siapa tahu, dari semangkuk sederhana itu, kamu bisa menemukan kehangatan yang kamu cari.

 

Artikel ini telah dibaca 34 kali

badge-check

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Kadin Lumajang Genjot Transformasi Digital Demi Ciptakan Desa Berdaya Saing di Tengah Persaingan Global

16 November 2025 - 16:54 WIB

Jika Disetujui, UMK Lumajang 2026 Berpotensi Tembus Rp 2,6 Juta

16 November 2025 - 11:03 WIB

Menjelang Tahun Baru, Buper Glagaharum Lumajang Jadi Primadona Wisata Camping di Kaki Semeru

13 November 2025 - 00:21 WIB

Pemberdayaan Ekonomi Lokal Melalui Festival UMKM dan Pesona Budaya 2025

8 November 2025 - 20:38 WIB

Taman Bunga Puspa Adi Warna, Pesona Pronojiwo di Kaki Semeru

24 Oktober 2025 - 18:23 WIB

Pengelola Lokal Tunjukkan Kualitas, Wisatawan Jepang Siap Kunjungi Tumpak Sewu

17 Oktober 2025 - 13:18 WIB

Trending di Pariwisata