Lumajang, – Audiensi antara Himpunan Penambang Batuan Indonesia (HPBI) Lumajang dengan Komisi C DPRD Lumajang yang digelar pada Jumat (16/5) membuka tabir berbagai persoalan serius dalam tata kelola tambang pasir di Lumajang.
Pertemuan ini menjadi momen penting bagi para penambang dan wakil rakyat untuk membahas berbagai kendala yang selama ini menghambat pengelolaan tambang yang sehat dan berkelanjutan.
Pasalnya masih ada pena mbang ilegal menggunakan mesin sedotan beroperasi secara terang-terangan dengan jumlah tidak sedikit, yang berpotensi merusak lingkungan dan merugikan negara.
Serta pungutan liar (Pungli) berupa portal di sejumlah daerah penghasil pasir sangat memberatkan penambang dan sopir truk pasir, dengan tarif bervariasi Rp5 ribu hingga Rp110 ribu per truk, melebihi pajak resmi yang hanya Rp35 ribu per truk.
Tidak hanya itu, sistem Penarikan Pajak (SKAB) bermasalah, menyebabkan kebocoran pendapatan asli daerah (PAD) yang seharusnya bisa mencapai Rp60 miliar per tahun dari sektor tambang pasir, namun saat ini jauh dari maksimal.
Selain itu, kerusakan tanggul di Deaa Sumberwuluh Kecamatan Candipuro yang berulang kali jebol sejak 2020, menimbulkan bahaya bagi warga dan korban jiwa, menjadi salah satu isu lingkungan yang mendesak untuk ditangani. Selain itu,
Untuk itu, usulan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) di DPRD Lumajang untuk mengawasi dan menertibkan tambang pasir masih dalam pembahasan, dengan pertimbangan apakah regulasi yang ada sudah cukup atau perlu langkah tambahan.
Ketua HPBI Lumajang, Jamal Abdullah, dalam kesempatan tersebut mengungkapkan sejumlah permasalahan yang dianggap krusial dan perlu segera ditangani oleh pemerintah daerah dan aparat penegak hukum.
Salah satu isu utama yang disoroti adalah maraknya tambang ilegal yang menggunakan mesin sedotan, yang tidak hanya merugikan negara tetapi juga mengancam kelestarian lingkungan.
“Saya berharap Komisi C benar-benar bertindak dengan menggkoordinasikan sejumlah persoalan ini dengan penegak hukum dan Pemkab Lumajang, agar masalah tambang yang menggunakan mesin sedotan dapat ditindak,” kata Jamal saat dikutip pada Minggu (18/5/25).
Sementara itu, anggota HPBI lainnya menegaskan bahwa keberadaan pansus bukanlah hal utama.
“Yang paling penting bagi kami adalah penyelesaian masalah yang sudah lama mengendap dan belum terselesaikan,” ungkapnya. Pernyataan ini menegaskan bahwa para penambang lebih menginginkan tindakan nyata daripada sekadar pembentukan lembaga pengawas.
Menanggapi berbagai persoalan tersebut, Ketua Komisi C DPRD Lumajang, H. Zainal, menyatakan pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu tiga Peraturan Bupati (Perbup) yang sudah ada terkait pengelolaan tambang.
“Jika aturan dalam Perbup itu sudah sesuai dengan harapan HPBI, maka kami akan fokus menegakkan aturan tersebut,” pungkas Zainal.
Tinggalkan Balasan