Lumajang, – Proyek Kereta Rel Listrik (KRL) Surabaya atau Surabaya Regional Rail Link (SRRL) tak hanya akan menjadi moda transportasi massal baru di Jawa Timur.
Lebih dari itu, setiap stasiun KRL yang dibangun nantinya akan dikembangkan sebagai kawasan transit-oriented development (TOD), yaitu kawasan perkotaan yang terintegrasi dengan sistem transportasi publik.
Hal ini disampaikan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak dalam agenda Earoph Regional Conference yang digelar di Jakarta, Senin (6/10/2025).
Emil menjelaskan, pendekatan TOD akan menjadi kunci dalam menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru yang tersebar dan terhubung di kawasan metropolitan Surabaya dan sekitarnya.
“Kita ingin agar setiap stasiun dalam jaringan SRRL ini bukan hanya menjadi tempat naik turun penumpang, tapi juga menjadi simpul aktivitas masyarakat—baik ekonomi, sosial, maupun budaya,” ujar Emil.
TOD akan memungkinkan masyarakat untuk tinggal, bekerja, dan beraktivitas dalam radius yang dekat dengan pusat transportasi. Dengan konsep ini, warga bisa mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi, mempercepat mobilitas harian, dan meningkatkan efisiensi penggunaan lahan perkotaan.
Emil menyebut bahwa pihaknya sudah mengidentifikasi segmen pelaksanaan tahap pertama dari proyek SRRL, dan saat ini tengah fokus pada penyusunan detail engineering design (DED) yang akan dilakukan selama satu tahun ke depan. Perencanaan ini menjadi fondasi penting dalam menentukan area yang potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan TOD.
Di sisi lain, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) telah memastikan bahwa pembangunan tahap pertama SRRL akan dimulai pada 2029.
Jalur awal akan meliputi pembangunan jalur ganda dari Stasiun Gubeng hingga Sidoarjo, termasuk pembangunan Depo Sidotopo serta peningkatan fasilitas stasiun seperti Surabaya Gubeng, Wonokromo, Waru, Gedangan, dan Sidoarjo.
Baca juga: 2026, Pemkot Malang Gratiskan Seragam untuk Siswa SD dan SMP Swasta
Tak hanya itu, proyek sepanjang 27 kilometer tersebut juga akan melibatkan pembangunan flyover di sejumlah titik rawan kemacetan, perbaikan perlintasan sebidang, serta pembaruan sistem persinyalan dan telekomunikasi.
Proyek SRRL ini mendapat dukungan pembiayaan dari Bank Pembangunan Jerman (KfW) senilai US$250 juta atau setara dengan Rp4,1 triliun. Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai tahap awal pembangunan serta mendukung infrastruktur pendukung TOD di kawasan sekitar stasiun.
Dengan terintegrasinya konsep TOD dalam proyek SRRL, Pemerintah Provinsi Jawa Timur optimistis akan terjadi transformasi tata ruang dan pola hidup masyarakat yang lebih berkelanjutan. Kawasan sekitar stasiun diharapkan menjadi pusat pertumbuhan baru yang inklusif, efisien, dan ramah lingkungan.
“Ini bukan hanya tentang membangun kereta, tapi membangun masa depan kota. TOD akan menjadi motor penggerak urbanisasi yang sehat dan terencana,” pungkas Emil.
Tinggalkan Balasan