Malang, – Meski sempat didakwa dengan pasal-pasal Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Jaksa Penuntut Umum (JPU) akhirnya menyatakan bahwa unsur perdagangan orang tidak cukup bukti.
Tiga terdakwa dalam kasus ini hanya dijerat dengan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Ketiga terdakwa Hermin Naning Rahayu (45), Dian Permana (37), dan Alti Baiquniati (34) dinyatakan terbukti melakukan penempatan calon PMI secara ilegal melalui perusahaan PT Nusa Sinar Perkasa di Malang. Sidang tuntutan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Malang pada Senin (25/8/2025).
“Tindak pidana perdagangan orang tidak cukup bukti. Namun yang paling terpenuhi adalah pelanggaran terhadap perlindungan pekerja migran,” kata JPU Moh Heryanto usai persidangan, Senin (25/8/25).
Baca juga: Pemkot Surabaya Targetkan PAD Rp121 Miliar dari Sektor Aset pada 2025
Dalam tuntutan yang dibacakan, terdakwa Hermin sebagai aktor utama dijatuhi tuntutan 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan dua terdakwa lainnya, Dian dan Alti, masing-masing dituntut 5 tahun penjara dan denda serupa.
Jaksa menyatakan bahwa Hermin berperan sebagai pengendali utama perekrutan calon pekerja migran tanpa melalui mekanisme resmi.
“Terdakwa Hermin bertindak sebagai pengendali utama. Sementara terdakwa Dian dan Alti menjalankan perintahnya,” tegas Heryanto.
Baca juga: Bebaskan 57 Ribu Warga dari PBB, Pemkot Malang Klaim Tak Ganggu PAD
Padahal, dalam surat dakwaan awal, ketiganya dijerat dengan tujuh pasal dari dua undang-undang berbeda, yakni UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI. Namun, dalam proses persidangan, hanya pasal-pasal dari UU Perlindungan PMI yang dianggap terbukti.
Kasus ini mencuat setelah Polresta Malang Kota melakukan penggerebekan terhadap PT Nusa Sinar Perkasa di wilayah Sukun, Kota Malang. Perusahaan ini diduga menampung dan memproses calon PMI secara ilegal dan tanpa izin resmi dari instansi terkait.
Sementara itu, Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia Jawa Timur, Yulianingsih, menilai tuntutan jaksa masih terlalu ringan jika dibandingkan dengan tingkat eksploitasi yang dialami para korban.
“Tuntutan ini belum mencerminkan keadilan. Harusnya hukuman lebih berat dan hak restitusi korban juga diperhatikan,” ujar Yulianingsih dalam pernyataan terpisah.
Tinggalkan Balasan