Lumajang, – Tradisi hajatan yang semarak dengan iringan sound system berdaya tinggi atau yang dikenal sebagai sound horeg, kini memunculkan kekhawatiran serius di dunia medis. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Haryoto Lumajang mencatat adanya lonjakan signifikan pasien yang mengalami gangguan pendengaran dalam beberapa bulan terakhir.
Menurut dr. Aliyah Hidayati, Sp.THT-KL, dokter spesialis Telinga, Hidung, dan Tenggorokan di RSUD dr. Haryoto, mayoritas pasien yang datang ke poli THT mengeluhkan gangguan telinga akibat paparan suara keras dari hajatan yang digelar di sekitar tempat tinggal mereka.
“Pasien-pasien ini datang setelah mengalami keluhan berulang setiap kali ada hajatan di lingkungan mereka. Rata-rata mereka tidak hadir langsung di acara, tapi rumahnya berdekatan dengan lokasi hajatan,” kata Aliyah, Jumat (8/8/25).
Baca juga: Universitas Lumajang dan 7 Kampus Lain Tarik Mahasiswa KKN dari Lumajang
Keluhan yang disampaikan beragam, mulai dari telinga berdengung (tinnitus), nyeri telinga, hingga penurunan kemampuan pendengaran.
Bahkan, beberapa pasien yang sebelumnya hanya mengalami gangguan ringan mengaku kondisinya memburuk setelah terpapar suara sound horeg dari hajatan tetangganya.
Baca juga: Unej Tarik 1.070 Mahasiswa KKN dari Lumajang Usai Dua Kasus Pencurian
“Banyak yang menganggap remeh suara keras ini, padahal dampaknya ke pendengaran bisa jangka panjang. Kami sudah mencatat tren peningkatan pasien THT sejak beberapa bulan terakhir, dan sebagian besar mengaku masalahnya muncul setelah sering terpapar suara hajatan,” jelasnya.
Data internal RSUD menunjukkan bahwa jumlah kunjungan pasien poli THT meningkat hampir 25% dalam tiga bulan terakhir, dengan keluhan yang berkaitan langsung dengan paparan suara keras dari lingkungan.
Melihat tren ini, Aliyah menyarankan agar masyarakat lebih bijak dalam menggunakan sound system, terutama saat mengadakan acara di lingkungan padat penduduk.
Ia menekankan bahwa tidak semua orang mampu menoleransi suara keras, terlebih anak-anak dan lansia yang daya tahan tubuh serta organ pendengarannya lebih rentan.
Ia juga mendorong adanya kolaborasi lintas sektor, mulai dari pemerintah desa, dinas kesehatan, hingga tokoh masyarakat, untuk merumuskan aturan penggunaan sound system di ruang publik.
“Kesenangan dalam hajatan adalah hak setiap warga, tapi jangan sampai itu merugikan kesehatan orang lain. Edukasi tentang dampak suara keras ini harus digencarkan, agar masyarakat sadar dan lebih peduli terhadap lingkungan sekitarnya,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan