Lensa Warta – Prabowo Subianto, presiden terpilih, punya ide tentang penjara khusus untuk koruptor. Tempatnya? Di pulau terpencil. Tujuannya jelas: menciptakan efek jera bagi pelaku korupsi. KPK juga mendukung ide ini. Mereka ingin narapidana korupsi mandiri. Tidak ada makanan gratis dari pemerintah. Mereka harus bertani sendiri untuk hidup.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menekankan pentingnya hal ini. Pemerintah hanya perlu menyediakan alat pertanian. Tugas narapidana? Mengolah tanah dan menanam makanan mereka.
“Pemerintah tidak perlu memberikan makanan kepada mereka. Mereka harus bertani sendiri,” kata Johanis kepada media pada Selasa, 18 Maret 2025.
Rencana Penjara Khusus Koruptor
Ide tentang penjara di pulau terpencil ini diungkapkan Prabowo saat memberi tunjangan kepada guru ASN daerah pada 13 Maret 2025. Saat itu, ia berjanji akan menganggarkan dana untuk membangun penjara bagi koruptor.
“Saya akan sisihkan dana untuk penjara di tempat terpencil,” ujar Prabowo.
Ia menambahkan, lokasi penjara harus sulit dijangkau agar para narapidana tidak bisa kabur.
“Mereka tidak bisa keluar. Kita cari pulau yang sulit dijangkau. Jika mereka kabur, biarkan mereka menghadapi hiu,” lanjutnya.
Meningkatkan Efek Jera bagi Koruptor
Rencana penjara ini bukan hal baru. Banyak yang berpendapat hukuman sekarang masih terlalu ringan. Penjara mandiri ini bakal membuat narapidana merasakan hidup dengan keterbatasan, sesuai dampak dari tindakan korupsi mereka.
Namun, masih banyak yang perlu dipikirkan untuk merealisasikan ide ini. Beberapa aspek penting adalah:
– Hukum: Apakah penjara ini sesuai dengan regulasi yang berlaku?
– Anggaran dan infrastruktur: Bagaimana agar penjara bisa berjalan efektif?
– Hak asasi manusia: Apakah hukuman ini tetap dalam batasan wajar?
Kesimpulan: Langkah Berani dalam Pemberantasan Korupsi
Jika rencana ini jadi kenyataan, Indonesia akan punya sistem penegakan hukum yang lebih kuat bagi koruptor. Dengan dukungan KPK, diskusi ini berjalan ke tahap berikutnya untuk melihat kemungkinan penerapannya.
Masyarakat menunggu perkembangan mengenai kebijakan ini. Apakah bisa diterapkan? Atau hanya wacana belaka? Yang pasti, perjuangan melawan korupsi di Indonesia terus bergerak ke arah yang lebih tegas.
Tinggalkan Balasan