Surabaya, – Pemasangan CCTV di halaman usaha seperti restoran dan swalayan di Surabaya belakangan menjadi bahan perbincangan hangat, menyusul beredarnya surat edaran dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Surabaya di media sosial.
Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa pengusaha diminta memasang kamera pengawas di area pembayaran yang kemudian memunculkan kekhawatiran publik akan pengawasan berlebihan terhadap aktivitas bisnis.
Namun, Pemerintah Kota Surabaya segera meluruskan isu tersebut. Melalui klarifikasi resmi, Plt Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Surabaya, M Fikser, menegaskan bahwa CCTV tidak akan dipasang di dalam area usaha atau di kasir, melainkan terbatas di pintu masuk halaman tempat usaha.
Tujuan utama dari pemasangan ini, kata Fikser, adalah untuk meningkatkan keamanan sekaligus memperkuat transparansi dalam pelaporan pajak parkir kendaraan.
Pemerintah kota menyebut, salah satu alasan di balik pemasangan CCTV di halaman usaha adalah untuk menghitung jumlah kendaraan yang keluar-masuk area parkir milik swasta. Data visual ini nantinya akan membantu memvalidasi pelaporan jumlah transaksi parkir yang menjadi dasar perhitungan pajak.
Baca juga: Mulai 2026, Warga Kota Malang dengan PBB di Bawah Rp30 Ribu Dibebaskan Bayar Pajak
“CCTV tidak akan menyoroti aktivitas di dalam restoran. Selain di pintu masuk halaman tempat usaha, nantinya CCTV juga akan dipasang di jalan. Jadi nanti ada yang di jalan, ada yang di halaman usaha untuk keamanan. Nah, untuk yang halaman itu juga untuk menghitung pajak kendaraan dan tidak mengubah apapun,” jelas Fikser, Minggu (17/8/25).
Kebijakan ini diambil setelah dialog bersama antara Pemkot dan APKRINDO (Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia) Jawa Timur yang diwakili oleh Ketua Umumnya, Ferry Setiawan.
Dalam pertemuan tersebut, dipastikan bahwa pemasangan CCTV tidak akan mengganggu privasi maupun menambah beban biaya operasional pengusaha. Seluruh biaya dan perangkat CCTV ditanggung oleh Pemkot, termasuk sumber listriknya.
Baca juga: Penerbangan Perdana Jakarta–Jember Gunakan ATR 72-500, Langsung Tanpa Transit
Untuk diketahui, usaha parkir kendaraan yang dikelola oleh pihak swasta tetap dikenakan pajak oleh Pemkot. Namun, hanya 10 persen dari tarif parkir yang disetor ke pemerintah kota, sementara 90 persennya tetap menjadi hak pengusaha atau pengelola parkir.
Misalnya, jika pengunjung membayar Rp2.000 untuk parkir, maka Rp200 (10%) masuk ke kas Pemkot, sedangkan Rp1.800 (90%) untuk pengusaha, jika tarifnya Rp5.000, maka Rp500 adalah bagian Pemkot, ajak ini kemudian dialokasikan oleh pemerintah daerah untuk berbagai kebutuhan pelayanan publik, seperti pendidikan, kesehatan (termasuk subsidi BPJS), dan infrastruktur kota.
“Dana dari pajak digunakan untuk membiayai pendidikan, BPJS Kesehatan, dan sebagainya,” kata Fikser.
Meskipun sempat terjadi kesalahpahaman akibat surat edaran yang beredar, Pemkot menegaskan bahwa kebijakan ini bukan bentuk pengawasan berlebihan terhadap dunia usaha. Justru, pemerintah ingin membangun ekosistem usaha yang lebih tertib dan transparan, terutama di sektor parkir yang selama ini dianggap sulit diawasi secara manual.
Melalui kamera pengawas, Pemkot berharap dapat memperoleh data yang lebih akurat dan real-time mengenai jumlah kendaraan yang menggunakan jasa parkir, sehingga pelaporan pajak tidak hanya bergantung pada laporan tertulis semata.
Menurut Fikser, pertemuan dengan APKRINDO telah menjernihkan kesalahpahaman yang muncul di publik. Ketua APKRINDO Jatim pun disebut telah memberikan persetujuan atas skema dan teknis pemasangan CCTV tersebut.
“Artinya, dari sisi ini kita juga sudah melakukan sosialisasi. Mudah-mudahan dengan pertemuan kemarin, pemerintah kota dengan Pak Ferry ini sudah bisa clear,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan