Lumajang, – Di balik kabut tipis dan udara sejuk khas pegunungan, Kecamatan Senduro di pagi hari menyuguhkan pemandangan yang tidak biasa. Suara gemericik air bersahutan dengan lenguhan sapi, dan di banyak halaman rumah, peternak terlihat sibuk memerah susu kambing dan sapi yang dipelihara secara turun-temurun.
Sendoro bukan hanya nama wilayah administratif, ia kini menjadi wajah baru dari kekuatan peternakan rakyat berbasis desa yang tumbuh secara organik.
Letak geografis Senduro yang berada di dataran tinggi memberikan keuntungan ekologis yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Dengan suhu yang relatif stabil, kelembaban tinggi, serta vegetasi hijau yang mendukung penyediaan pakan alami, wilayah ini menjadi tempat ideal untuk mengembangkan peternakan skala rumahan maupun kelompok.
Baca juga: Senduro Siap Jadi Kota Wisata Baru: Tiap Desa Punya Daya Tarik Sendiri
“Kondisi lahannya cocok. Rumput tumbuh melimpah, udara bersih, air banyak. Itu sudah setengah dari modal beternak,” ujar Suwito (49), peternak sapi perah di Desa Burno, Sabtu (9/8/25).
Peternakan sapi dan kambing perah di Senduro sudah berlangsung selama puluhan tahun. Namun, dalam satu dekade terakhir, tren ini mengalami peningkatan signifikan.
“Masyarakat disini, tidak hanya menggantungkan hidup pada hasil susu segar, tetapi juga mulai mengembangkan berbagai turunan produk dari hasil peternakan,”ungkapnya.
Baca juga: Bupati dan Wabup Lumajang Bawa Harapan untuk Lansia Senduro Lewat Bantuan Permakanan
Salah satu ikon lokal yang mulai menarik perhatian adalah Kambing Senduro, sebutan untuk jenis kambing lokal yang sejak lama dipelihara masyarakat.
Kambing ini memiliki daya tahan tinggi terhadap penyakit, mampu beradaptasi dengan iklim dingin, dan menghasilkan susu dengan kandungan gizi yang tinggi. Ciri khas kambing ini adalah tubuhnya yang lebih kompak, warna bulu keabu-abuan, dan bentuk tanduk melengkung ke belakang.
“Kambing ini sudah diwariskan dari nenek moyang kami. Dulu untuk kebutuhan sendiri, sekarang sudah jadi sumber penghidupan,” ungkap Pak Darmin, tokoh masyarakat dan peternak generasi ketiga di wilayah tersebut.
Sayangnya, di balik keunggulannya, Kambing Senduro menghadapi tantangan serius. “Minimnya perhatian dari pihak luar, kurangnya perlindungan bibit lokal, serta ancaman persaingan dari jenis kambing impor yang dianggap lebih produktif secara kuantitas,” tambahnya.
Tinggalkan Balasan