Lumajang, – Audiensi antara Himpunan Penambang Batuan Indonesia (HPBI) Lumajang dengan Komisi C DPRD Lumajang menguak fakta-fakta mengejutkan yang membuat geleng-geleng kepala terkait tata kelola tambang pasir di Lumajang.
Dari maraknya tambang ilegal yang menggunakan mesin sedotan hingga pungutan liar yang merugikan penambang dan sopir truk, persoalan ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di daerah.
Ketua HPBI Lumajang, Jamal Abdullah, menyatakan ada lebih dari 100 mesin sedotan ilegal yang beroperasi secara terang-terangan di siang bolong tanpa ada tindakan tegas.
“Kondisi ini jelas merusak lingkungan dan merugikan negara, namun sampai saat ini belum ada upaya serius dari aparat penegak hukum untuk memberantasnya,” ungkapnya.
Menanggapi hal ini, Ketua Komisi C DPRD Lumajang, H. Zainal, berjanji akan segera berkoordinasi dengan Polres Lumajang agar tambang ilegal tersebut bisa ditindak tegas.
“Jabatan saya sebagai taruhannya, saya akan benar-benar menyampaikan masalah ini kepada yang berwenang. Tapi harus dipahami bahwa kami hanya bisa memberikan rekomendasi langkah yang harus dilakukan. Tapi kami pastikan, ini akan segera kami tuntaskan,” tegasnya.
Namun, janji DPRD ini harus dihadapkan pada fakta bahwa selama ini tindakan nyata sangat minim. Ketua dan anggota HPBI mengeluhkan lemahnya respons pemerintah terhadap tambang ilegal yang sudah lama berlangsung. “Ini sudah lama kami sampaikan, tapi sampai sekarang belum ada tindakan yang benar-benar bisa menghapus tambang ilegal yang menggunakan mesin sedot pasir,” ungkap salah satu anggota HPBI.
Selain tambang ilegal mesin sedotan, pungutan liar di sejumlah jalan penghasil pasir juga menjadi masalah besar. Tarif pungutan yang bervariasi dari Rp5 ribu hingga Rp110 ribu per truk jauh melebihi pajak resmi Rp35 ribu, memberatkan pelaku usaha dan menimbulkan ketidakadilan.
Sistem penarikan pajak (SKAB) yang bermasalah juga menyebabkan kebocoran pendapatan asli daerah (PAD). Ini menandakan tata kelola tambang pasir di Lumajang jauh dari transparan dan akuntabel.
Jamal Abdullah menambahkan, untuk penambang manual yang menggunakan skop, HPBI akan memfasilitasi agar mereka bergabung dengan pemilik tambang yang legal dan dapat membayar pajak.
Namun, untuk tambang ilegal mesin sedotan, pihaknya berharap agar benar-benar dibersihkan demi kelestarian lingkungan.
Kondisi ini menunjukkan adanya paradoks antara upaya meningkatkan PAD dan kenyataan di lapangan yang masih dipenuhi praktik ilegal dan pungutan liar. DPRD Lumajang harus membuktikan komitmennya dengan langkah konkret, bukan sekadar janji koordinasi dan rekomendasi.
Selain itu, usulan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk mengawasi tambang pasir masih dalam pembahasan, namun para penambang lebih menekankan pada penyelesaian masalah daripada birokrasi yang berlarut.
Tinggalkan Balasan