Di sebuah rumah tua di Desa Labruk Kidul, Kecamatan Sumbersuko, hidup seorang nenek bernama Buati. Ia tinggal sendirian di rumah berdinding lapuk dan atap bocor. Meski sudah lanjut usia, Buati menolak pindah ke Griya Lansia. Ia memilih tetap tinggal di rumah yang penuh kenangan.
Hari ini, suasana rumah Buati berubah. Bupati Lumajang, Indah Amperawati (Bunda Indah), datang langsung mengunjunginya. Pemerintah Kabupaten Lumajang resmi menetapkan rumah Buati sebagai penerima program Bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH).
“Rumah ini memang tidak layak, tapi Mbah Buati ingin tetap tinggal di sini. Itu keinginan yang harus kita hormati,” kata Bunda Indah.
Bantuan yang Menghargai Pilihan
Tidak hanya perbaikan fisik, Buati juga mendapatkan layanan makanan hangat dua kali sehari. Tim kesehatan rutin memeriksanya. Pemerintah tidak hanya memberi bantuan, tapi juga menghargai martabat dan pilihan hidup seorang warga lanjut usia.
“Kami hadir bukan hanya untuk memperbaiki rumah, tapi menjaga kehormatan beliau,” tegas Bunda Indah.
Kebijakan dengan Empati
Pemerintah menunjukkan pendekatan yang berbeda. Tidak sekadar data dan anggaran, tetapi juga sentuhan hati. Kunjungan ini menjadi bukti bahwa kebijakan bisa menyentuh sisi kemanusiaan jika dijalankan dengan empati.
Kisah Buati adalah cerminan bahwa kehadiran negara bisa terasa hingga ke dapur warga yang paling sederhana. Bukan hanya renovasi rumah, tetapi juga pengakuan terhadap hak untuk tetap tinggal di tanah kelahiran.
Di antara genteng yang diganti dan tembok yang diperbaiki, Buati mendapat sesuatu yang lebih penting: rasa dihargai dan diperhatikan. Bukan karena status sosialnya, tapi karena ia warga Lumajang yang tetap layak dipeluk oleh negara.
Tinggalkan Balasan