Lumajang, – Keindahan air terjun Tumpak Sewu yang memikat wisatawan kini ternoda oleh masalah serius dalam pengelolaan tarif tiket masuk.
Perbedaan tarif antara Lumajang dan Malang yang hanya berdasarkan kesepakatan lisan antar kepala daerah menimbulkan kebingungan, ketidakadilan, dan berpotensi menurunkan jumlah pengunjung.
Kondisi ini menuntut adanya regulasi tertulis yang jelas dan mengikat agar pengelolaan wisata ini dapat berjalan transparan dan berkelanjutan.
Anggota Komisi B DPRD Lumajang, Junaidi, mengungkapkan bahwa saat ini tarif tiket masuk Tumpak Sewu di Lumajang adalah Rp100.000 per orang. Namun sebelumnya, tarif ini sempat melonjak menjadi Rp150.000 akibat adanya pungutan di wilayah bawah air terjun yang masuk dalam kawasan Malang.
Akibatnya, wisatawan harus membayar dua kali, yakni Rp100.000 di Lumajang dan Rp150.000 di Malang, total mencapai Rp250.000.
“Ini jelas membebani pengunjung dan berpotensi menurunkan minat wisatawan,” ujar Junaidi.
Hal itu mengalami perubahan, setelah kunjungan Bupati Lumajang ke Malang, disepakati bahwa pungutan di wilayah bawah air terjun tidak diperbolehkan karena masuk ranah Sumber Daya Air (SDA). Sesuai aturan, dalam radius 50 meter dari badan sungai tidak boleh ada pungutan liar.
“Sementara itu, Lumajang juga memungut tiket Rp100.000 yang dibagi antara dua pengelola, Tumpak Sewu 1 dan Tumpak Sewu 2, masing-masing sekitar 50%,” ungkapnya.
Masalah utama yang muncul adalah ketergantungan pada kesepakatan lisan antara Bupati Lumajang dan Bupati Malang. Kesepakatan semacam ini sangat rentan menimbulkan konflik dan ketidakjelasan pengelolaan.
“Harusnya kesepakatan ini lebih kuat diintensifkan dengan kesepakatan tertulis yang mengikat secara hukum,” tegas Junaidi.
Tinggalkan Balasan