Kita semua sepakat bahwa penilaian ulang Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan kenaikan PBB adalah langkah yang tidak bisa dihindari. Nilai tanah dan bangunan di Lumajang telah berkembang, sementara data NJOP kita banyak yang sudah tertinggal dari harga pasar. Ketertinggalanya sangat jauh karena sejak PBB P2 menjadi kewenangan Pemerintah Daerah, sepertinya belum pernah melakukan Penilaian Ulang NJOP PBB. Penyesuaian ini penting untuk menjaga keadilan antar wajib pajak, serta memastikan penerimaan daerah cukup untuk membiayai pembangunan.
Baca juga: Target Pajak Lumajang Bisa Naik, BPRD Optimis Capai Lebih dari Rp 170 Miliar
Namun, kita juga sadar bahwa kebijakan ini menyentuh langsung dompet masyarakat. Jika dilakukan secara tergesa-gesa dan kaku, penilaian ulang NJOP dan kenaikan PBB berpotensi memicu keresahan, penolakan, bahkan krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
Delapan instrumen pengaman penilaian ulang NJOP dan kenaikan PBB
Oleh karena itu, saya mengusulkan penilaian ulang NJOP tetap dilakukan, tetapi dengan delapan instrumen pengaman yang membuat kebijakan ini tidak hanya kuat secara fiskal, tetapi juga hangat di hati rakyat. Delapan (8) instrumen tersebut adalah:
1. *Kenaikan Bertahap* – Tidak melonjak mendadak. Kita naikkan sedikit demi sedikit, memberi waktu masyarakat beradaptasi.
2. *Tarif Bertingkat* – Aset kecil kena tarif rendah, aset besar tarif lebih tinggi. Prinsipnya, yang kuat membantu yang lemah.
3. *PBB Gratis untuk NJOP Kecil* – Misalnya di bawah Rp500 juta setelah penilaian ulang, tarifnya 0%. Masyarakat kecil terlindungi.
4. *NJOP Tidak Kena Pajak Naik Maksimal* – Dari sekarang yang hanya Rp10 juta, kita tingkatkan hingga batas maksimal sesuai yang ada di UU agar semakin banyak warga terbebas dari PBB.
5. *Fasilitas Cicilan* – Bayar PBB tidak harus sekali lunas, tapi bisa dengan mencicil. Rakyat tidak tercekik beban sekaligus.
6. *Keberatan Pajak Lebih Mudah* – Kalau ada penilaian yang keliru, proses keberatan cepat, sederhana, dan transparan.
7. *Tarif Khusus untuk Pahlawan Pengabdian* – Guru, tenaga kesehatan, dan pensiunan mendapatkan tarif lebih ringan.
8. *Dasar Pengenaan PBB harus Fleksibel* – Tidak harus 100% NJOP, tapi bisa 20–100% tergantung kelas tanah dan kemampuan warga. Sehingga kenaikan PBB tidak memberatkan bagi wajib pajak.
Dengan skema ini, kita bisa menjaga tiga keseimbangan penting, yakni:
*Fiskal*: Pendapatan daerah tetap meningkat.
*Sosial*: Rakyat tidak terbebani berlebihan.
*Politik*: Kepercayaan publik terjaga, penolakan minim.
Kita ingin membangun Lumajang, tapi tidak dengan membuat rakyat terengah-engah. Kita ingin APBD kuat, tapi juga hati rakyat tetap hangat. Karena Pemerintah Daerah tidak bisa membangun Lumajang sendirian tetapi mutlak memerlukan dukungan rakyat. Salah satu bentuk dukungan rakyat adalah dengan menerima adanya kenaikan PBB asal tidak memberatkan dan tidak mendadak.
Baca juga: BPRD Lumajang Jamin Layanan Pajak Gratis dan Transparan
Inilah jalan tengah antara kebutuhan pembangunan dan rasa keadilan. Dengan model ini, kebijakan penilaian ulang NJOP dan Kenikan PBB bisa menjadi bukti bahwa Lumajang bukan hanya pintar mengatur anggaran, tapi juga bijak mengelola perasaan masyarakatnya.
(Setiawan Samco)
Tinggalkan Balasan