Ketika Lumajang Menjadi Jepang, Cerita Musim Semi Singkat di Embong Kembar - Lensa Warta

Menu

Mode Gelap
Cuaca Ekstrem Ancam Jawa Tengah & Jawa Timur, Waspada Hujan Lebat 15–18 September 2025 Pundungsari Park Hadirkan Wahana Baru, Liburan Keluarga Kini Lebih Seru dan Terjangkau Program MBG Lumajang: Dari Pasrujambe, Suapan Bergizi Lahirkan Harapan Generasi Emas Pemkab Lumajang Segarkan Motor Dinas Desa, Layanan Publik Lebih Cepat Cold Storage Perkuat Rantai Pasok Pisang Lumajang ke Pasar Modern

Daerah · 12 Sep 2025 12:37 WIB ·

Ketika Lumajang Menjadi Jepang, Cerita Musim Semi Singkat di Embong Kembar


 Ketika Lumajang Menjadi Jepang, Cerita Musim Semi Singkat di Embong Kembar Perbesar

Lumajang, – Tak perlu jauh-jauh terbang ke Tokyo atau Kyoto untuk menikmati musim semi. Di Lumajang, musim itu datang dalam bentuk yang berbeda lebih sederhana, lebih hangat, namun tetap memesona.

Tepatnya di Jalan Gubernur Suryo, yang akrab disebut warga sebagai Embong Kembar, deretan pohon tabebuya tiba-tiba mekar serempak.

Kelopaknya yang berwarna-warni putih bersih, merah muda lembut, kuning cerah, hingga ungu violet muncul begitu saja, seolah alam sedang iseng melukis jalanan kota.

Dalam sekejap, suasana berubah. Jalanan yang biasa ramai dengan lalu lintas harian kini menjelma menjadi koridor romantis yang membuat siapa pun ingin berhenti, menghela napas, dan mengabadikan momen.

Bunga-bunga itu tidak hanya mempercantik kota, tetapi juga menghadirkan perasaan baru.

Ada yang menyebutnya sakura ala Lumajang bukan karena mereka sama, tetapi karena perasaan yang ditinggalkannya begitu serupa, hangat, menyentuh, dan terlalu indah untuk diabaikan.

Baca juga: Pemkot Surabaya Tertibkan Penghuni Ilegal Rusunawa: 13 Unit Warugunung Disegel

Warga pun tak ingin melewatkan kesempatan langka ini. Dalam hitungan hari, Embong Kembar berubah menjadi ruang publik dadakan.

Anak muda berswafoto, pasangan menikmati senja di bawah guguran kelopak, hingga para pedagang mulai merapat, membaca peluang dari keajaiban tahunan ini.

“Mirip bunga sakura. Suasananya beda banget jadi kayak di Jepang gitu mungkin ya. Yang jelas bunganya cantik,” ungkap Irma (21), seorang pengguna jalan yang terlihat sedang berswafoto dengan latar pohon tabebuya bermekaran, Jumat (12/9/25).

Baca juga: Mahasiswa Tuntut Reformasi Parpol, DPRD Jember: Ini Momentum Perbaikan Politik

Bukan hanya Irma. Banyak pengendara motor dan pejalan kaki tampak sengaja memperlambat laju mereka. Bahkan, tak sedikit yang memarkir kendaraan sejenak hanya untuk menikmati panorama ini, menyaksikan bunga-bunga yang perlahan-lahan berguguran tertiup angin, menciptakan efek hujan kelopak yang memikat hati.

Toni, warga Lumajang lainnya, mengatakan waktu terbaik menikmati keindahan tabebuya adalah saat senja.

“Kalau sore, tepatnya pas lagi senja gitu lebih indah ya. Bunganya juga biasanya banyak yang berguguran, jadi berasa banget suasananya. Romantis,” katanya sambil tersenyum.

Fenomena tahunan ini bukan hadir tanpa alasan. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Lumajang secara konsisten menanam dan merawat pohon-pohon tabebuya di berbagai sudut kota.

Sekretaris DLH Lumajang, Agus Rokhman Rozaq, mengatakan bulan ini memang menjadi waktu mekar terbaik tabebuya.

“Sekarang sudah bersemi. Memang waktunya dan memang bagus. Apalagi pas sore hari, sudah banyak yang berfoto di sana. Suasana di Embong Kembar itu enak, dingin, dan ditambah lagi dengan keindahan bunga yang bermekaran,” kata Agus.

Ia menambahkan ke depan, kawasan Embong Kembar akan ditata lebih rapi dan estetis. DLH menargetkan kawasan ini menjadi ruang publik yang bukan hanya nyaman untuk dilalui, tapi menjadi tujuan wisata kota.

“Kami sedang rancang agar kawasan ini bisa lebih tertata. Bukan cuma dari segi pohon, tapi juga penataan kawasan secara keseluruhan. Karena sekarang banyak juga kuliner yang mulai tumbuh di sepanjang jalan ini. Malam hari juga cantik, lampu-lampunya sudah mulai diperbaiki, tinggal bagaimana kita bersama menjaga keamanannya dan terutama kebersihannya,” jelasnya.

Agus juga menyampaikan merawat keindahan kota bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan baik warga, pemilik toko, hingga pelaku usaha.

“Kebersihan dan kenyamanan kawasan ini adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha harus bersinergi. Kalau semua sadar, kita bisa punya kota yang cantik dan ramah untuk siapa saja,” katanya.

“Masyarakat harus punya rasa memiliki, dengan tidak membakar sampah disekitar area tersebut dan juga memelihara pohon untuk menjaga asupan oksigen, serta  jangan membakar pohon,” sambungnya.

Artikel ini telah dibaca 10 kali

badge-check

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Tragedi di Kaki Bromo, Bus Rombongan Wisata Jember Hantam Rumah Warga

14 September 2025 - 18:30 WIB

Bus Pariwisata Alami Rem Blong di Jalur Sukapura, Probolinggo

14 September 2025 - 18:19 WIB

Wisata Berujung Duka, Bus Nakes dari Jember Alami Kecelakaan di Probolinggo, 8 Orang Tewas

14 September 2025 - 18:11 WIB

Koperasi Merah Putih Jadi Pilar Penguatan UMKM dan Layanan Kesehatan di Lumajang

14 September 2025 - 17:50 WIB

Cuaca Ekstrem Ancam Jawa Tengah & Jawa Timur, Waspada Hujan Lebat 15–18 September 2025

14 September 2025 - 15:38 WIB

167 Agen Perlinsos Dilatih, Banyuwangi Siap Terapkan Digitalisasi Bansos

13 September 2025 - 12:51 WIB

Trending di Daerah