Jember, – Banjir yang melanda Kabupaten Jember pada 15 Desember 2025 bukan sekadar akibat hujan lebat. Menurut pakar tata ruang dan lingkungan, peristiwa ini merupakan akumulasi persoalan struktural dalam pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) dan tata ruang permukiman.
Dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember sekaligus Anggota Tim Pengarah Percepatan Pembangunan Daerah (TP3D), Bambang Herry Purnomo, menyoroti penyempitan aliran sungai akibat alih fungsi lahan, sedimentasi, dan pembangunan permukiman di bantaran sungai sebagai faktor utama meningkatnya risiko banjir.
“Banjir ini tidak bisa lagi dilihat sebagai kejadian lokal atau semata akibat hujan lebat. Polanya jelas mengikuti koridor DAS, terutama DAS Kali Bedadung beserta anak-anak sungainya seperti Kali Jompo, Kali Mayang, Kali Rembangan, dan Kali Dinoyo,” jelas Bambang, Kamis (18/12/2025).
Data lapangan menunjukkan sedikitnya 20 titik banjir tersebar di sejumlah kecamatan, terutama di permukiman padat dan dataran rendah, antara lain Kecamatan Patrang, Kaliwates, Sumbersari, Pakusari, Kalisat, dan Rambipuji.
Wilayah terdampak parah berada di Desa Nogosari, Rambipuji, dengan jumlah kepala keluarga terdampak paling besar dibandingkan wilayah lain.
Bambang menekankan bahwa persoalan banjir di Jember tidak bisa ditangani secara parsial. Alih fungsi lahan di wilayah hulu dan tengah DAS meningkatkan limpasan air permukaan, erosi, dan sedimentasi. Sungai menjadi dangkal dan menyempit, sehingga tanpa hujan ekstrem pun sistem DAS di Jember sudah rapuh.
Selain faktor lingkungan, ia juga menyoroti pelanggaran tata ruang. Beberapa permukiman berdiri sangat dekat atau bahkan di bantaran sungai, padahal kawasan ini seharusnya menjadi ruang alir air, kawasan resapan, dan pengendali banjir alami. Menurut Bambang, hal ini menjadi dasar bagi pemerintah melakukan pengawasan ketat terhadap pengembang perumahan, termasuk penegakan sanksi jika ditemukan pelanggaran.
“Kalau ada indikasi pengembang melanggar, misalnya membangun di sempadan sungai, maka harus ada sanksi jelas dari pemerintah kabupaten maupun asosiasi mereka,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan