Malang, – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang menilai bahwa skema integrasi angkot sebagai feeder (angkutan pengumpan) Bus Trans Jatim perlu segera direalisasikan. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Malang, Dito Arief Nurakhmadi, dalam keterangannya pada Selasa (10/9/25).
Menurut Dito, keberadaan angkot lokal yang masih beroperasi di Kota Malang bisa dioptimalkan untuk mendukung sistem transportasi publik berbasis bus yang digagas Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Keterlibatan angkot sebagai penghubung dari permukiman ke titik pemberhentian Bus Trans Jatim akan memberikan kemudahan akses bagi masyarakat.
“Kami mendorong angkot eksisting dilibatkan dalam sistem Trans Jatim sebagai feeder. Ini penting agar masyarakat tidak kesulitan menjangkau halte bus, apalagi yang rumahnya jauh dari jalur utama,” kata Dito.
Baca juga: Masih Tunggu Juknis, Kemenag Lumajang Minta Warga Tak Salah Alamat Urus Haji
Dito menegaskan bahwa karena pengelolaan Bus Trans Jatim merupakan kewenangan Pemprov Jatim, maka diperlukan koordinasi lintas pemerintah.
Pemerintah Kota Malang harus menyusun dan mengajukan usulan berbasis kajian mengenai jalur angkot, titik kemacetan, dan kebutuhan pengguna angkutan umum.
“Harus ada perencanaan yang saling terintegrasi. Pemkot bisa menyusun kajian teknis, seperti data lebar jalan, volume kendaraan, dan pola pergerakan warga, lalu diajukan ke Pemprov sebagai dasar penyesuaian rute Bus Trans Jatim,” jelasnya.
Baca juga: Polisi Selidiki Penyebab Kematian Sopir Truk di Kapal Penyeberangan Lombok-Banyuwangi
Sebagai bagian dari skema integrasi transportasi, Dito mengusulkan agar Pemkot menyediakan gedung parkir di titik strategis seperti Jalan Veteran dan Jalan Soekarno Hatta. Nantinya, masyarakat dapat menitipkan kendaraan pribadi dan melanjutkan perjalanan menggunakan Trans Jatim.
“Jika sudah terintegrasi, masyarakat dari pinggiran bisa parkir kendaraan di lokasi tertentu, lalu naik bus ke pusat kota, misalnya ke Kayutangan atau lokasi publik lainnya,” tambah Dito.
Meskipun mendorong perluasan sistem Bus Trans Jatim, Dito menekankan pentingnya memperhatikan nasib sopir angkot yang sudah lama menggantungkan hidup dari layanan transportasi lokal. Ia menyarankan agar para sopir ini bisa dilibatkan dalam sistem baru, baik sebagai mitra operasional atau dalam bentuk lain yang tidak merugikan.
“Transformasi ini perlu pendekatan humanis. Jangan sampai sopir angkot tersingkir. Justru mereka bisa menjadi bagian dari sistem transportasi baru,” tutupnya.
Tinggalkan Balasan