Jember, – Pernah ada masa di mana Jember adalah pusat sorotan wilayah timur Pulau Jawa. Pertemuan-pertemuan strategis, perhatian pemerintah pusat, hingga geliat ekonomi regional, semua berpusat di kabupaten ini.
Namun kini, Bupati Jember Muhammad Fawait menyampaikan sebuah kenyataan yang cukup membuat banyak pihak diam sejenak.
“Lima belas tahun lalu, semua kegiatan yang berkaitan dengan pemerintah pusat ada di Kabupaten Jember. Lima belas tahun lalu, semua orang tahunya Jember. Tapi hari ini, sudah bergeser, dan kita harus sadar,” katanya saat dikutip dari Beritajatim.com, pada Minggu Minggu (25/9/25).
Baca juga: Lavatur Sumeru Bangkit! 150 Jeep Wisata Dukung UMKM dan Kurangi Pengangguran di Pronojiwo
Fawait menyebut langsung kondisi yang terjadi. Posisi Jember dalam sektor pariwisata sudah di-voor oleh tetangga di timur Banyuwangi, yang dalam waktu kurang dari satu dekade menjelma dari daerah pinggiran menjadi ikon nasional.
Sementara itu di barat, Lumajang juga mulai memperlihatkan geliat pembangunan pariwisata yang terstruktur.
Seolah memberikan pelajaran diam-diam, Wartono, pelaku wisata asal Jember yang kini aktif di Kalibaru, Banyuwangi, menyebut pembangunan pariwisata tidak datang dari papan proyek, tapi dari keberanian membangun manusia dan komunitasnya.
Baca juga: Air Terjun Tumpak Sewu – Niagara dari Indonesia di Jawa Timur
“Bali dan Yogyakarta butuh 50 tahun. Banyuwangi cuma enam tahun saat Pak Anas. Kuncinya, mereka tidak over confidence. Tapi mereka tahu betul potensi mereka dan berani melangkah,” kata Wartono dalam forum uji publik Riparkab Jember.
Salah satu alasan mengapa Jember tak masuk dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) adalah tidak adanya Rencana Induk Pariwisata selama 15 tahun terakhir. Sebuah detail administratif yang seharusnya tidak sulit, tapi cukup untuk membuat Jember luput dari peta prioritas nasional.
Baca juga: Glamping, Camper Van, Hingga Taman Bunga, Wisata Pronojiwo Siap Saingi Wisata Buatan
Kini, dengan disusunnya Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Jember (Riparkab) 2025–2040, muncul harapan bahwa ini bukan hanya lembaran kertas yang bagus diketik, tapi benar-benar menjadi arah pembangunan berkelanjutan. Tapi tetap saja, perdebatan terjadi bukan soal konten, tapi soal kepercayaan diri.
Di tengah diskusi, suara seperti milik Hasti Utami, Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia Jember, cukup menohok. Ia menolak sikap inferior yang terlalu membandingkan Jember dengan daerah lain.
“Sudah enggak musim minder. Jember sudah punya keunikan sendiri dari dulu. Banyuwangi baru sepuluh tahun terakhir. Kita harus percaya diri. Jangan setiap mau melangkah, ngelirik dulu, cari validasi,” tegasnya.
Tinggalkan Balasan