Lumajang, – Rumah-rumah mungkin telah runtuh tertimbun abu Semeru, tetapi yang paling terluka justru sesuatu yang tidak terlihat: rasa aman.
Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (PPT PPA) Kabupaten Lumajang mengungkap bahwa para penyintas, terutama anak-anak, perempuan, dan lansia, menanggung beban psikologis berat yang tak tampak di mata, namun jelas terasa di setiap helaan napas mereka.
Ketua PPT PPA Lumajang, Dewi Natalia Yudha Adji Kusuma, mengatakan bahwa trauma yang dialami penyintas bukan hanya soal kehilangan tempat tinggal, tetapi kehilangan ruang yang selama ini menjadi sumber kenyamanan dan identitas mereka.
“Banyak dari mereka kehilangan bukan hanya rumah, tapi rasa aman yang selama ini melekat pada rumah itu,” katanya, Senin (1/12/2025).
Di sudut-sudut pengungsian, anak-anak tampak bermain, tetapi Dewi mengingatkan bahwa tawa mereka tidak selalu mencerminkan kondisi emosional sebenarnya. Banyak dari mereka membawa ketakutan dalam diam, ketakutan akan suara keras, gelap, atau kenangan saat awan panas datang.
“Trauma anak tidak selalu bisa terlihat dari perilaku. Mereka menyimpan banyak hal dalam sunyi,” jelasnya.
Upaya trauma healing yang dilakukan PPT PPA tidak sekadar aktivitas penghiburan. Melalui permainan terapeutik untuk anak, ruang ekspresi aman bagi perempuan, hingga teknik relaksasi dan dialog hangat untuk lansia, setiap kegiatan dirancang untuk memetakan kebutuhan emosional para penyintas sekaligus membantu mereka menemukan kembali rasa tenang yang hilang.
“Pemulihan rasa aman tidak terjadi dalam sehari. Ia dibangun pelan-pelan, melalui pendampingan yang konsisten dan penuh empati,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan