Lumajang, – Peristiwa keracunan tiga santri akibat menenggak larutan Hydrochloric Acid (HCL) di Pondok Pesantren Asy-Syarifiy 01, Desa Pandanwangi, Kecamatan Tempeh, Lumajang, mendapat perhatian serius dari dua lembaga penting, Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Lumajang dan Komisi D DPRD Lumajang.
Dalam pertemuan yang digelar pasca insiden, kedua institusi sepakat untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan pesantren, khususnya yang berkaitan dengan aspek keselamatan santri dan sistem pengawasan internal.
“Sudah dibahas juga bersama Komisi D DPRD Lumajang. Tidak ada temuan kelalaian dari pihak pondok, tapi evaluasi tetap akan kami lakukan,” ujar Sudihartono, Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Lumajang, Jumat (3/10/2025).
Baca juga: 4.240 PPPK Paruh Waktu Diusulkan, Progres Penetapan di Lumajang Capai 19,3 Persen
Peristiwa yang terjadi pada 10 Juli 2025 itu bermula dari ulah salah satu santri yang memasukkan cairan HCL ke dalam botol kemasan kosong, menyerupai botol soda. Botol tersebut kemudian dibawa ke kamar tanpa sepengetahuan santri lain.
Ketiga santri korban Dewangga, Azril, dan Rama tak menyadari bahwa cairan dalam botol itu adalah zat kimia berbahaya. Salah satu dari mereka yang kehausan usai piket tanpa sengaja meminumnya, mengira itu adalah minuman biasa.
Baca juga: Konflik Terbuka Bupati vs Wakil Bupati di Jember dan Sidoarjo, Pemerintahan Terancam Mandek
Akibatnya, mereka harus dilarikan ke rumah sakit. Dewangga mengalami dampak paling parah, dengan gangguan saluran pencernaan yang masih dideritanya hingga tiga bulan setelah kejadian.
Hasil pembahasan bersama antara Kemenag dan DPRD menunjukkan tidak ditemukan unsur kesengajaan maupun kelalaian langsung dari pihak pondok pesantren. Namun, keduanya sepakat bahwa kejadian ini tetap harus menjadi bahan evaluasi serius.
“Kami tidak sepakat jika dikatakan ada kelalaian, karena ini murni perbuatan iseng dari santri. Tapi tetap harus jadi pembelajaran penting, dan kami akan lakukan pembinaan serta pengawasan,” tegas Sudihartono.
Kemenag juga memastikan langkah pembinaan akan difokuskan pada penguatan sistem pengawasan, edukasi bahaya zat kimia, serta penanaman nilai kedisiplinan di kalangan santri.
Kasus ini menunjukkan pentingnya kerja sama lintas lembaga dalam menangani kasus sensitif di lingkungan pendidikan, terutama yang melibatkan anak-anak dan keselamatan mereka.
“Kami sangat menghargai kolaborasi bersama Komisi D DPRD Lumajang. Ini menunjukkan bahwa pengawasan terhadap lembaga pendidikan tidak bisa berjalan sendiri-sendiri,” tambah Sudihartono.
Kemenag berharap, dari peristiwa ini akan lahir standar keamanan dan pengawasan yang lebih baik, tidak hanya di Ponpes Asy-Syarifiy 01, tetapi juga di seluruh pondok pesantren di Kabupaten Lumajang.
Meski tidak terbukti lalai, respons cepat pesantren dalam menangani korban dinilai sangat positif. Pihak pondok langsung membawa santri yang keracunan ke rumah sakit dan berkoordinasi dengan keluarga serta pihak berwenang.
“Pihak pondok sudah sangat tanggap. Ini menunjukkan adanya kesadaran dan rasa tanggung jawab yang baik,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan