Lumajang, – Di antara kepulan abu yang masih menggantung di udara dan aroma belerang yang menyengat, Junaidi (49) berdiri terpaku di depan rumahnya yang tertutup abu tebal.
Di sampingnya, sebuah motor Honda Scoopy yang dulu begitu ia banggakan kini tak lebih dari rangka kusam yang rusak dan tak lagi berfungsi.
Motor itu dulunya adalah simbol jerih payahnya selama tiga tahun menabung. Kini, benda yang menjadi kebanggaannya hilang dalam sekejap oleh erupsi Gunung Semeru yang melanda Pronojiwo beberapa waktu lalu.
Kisah Junaidi adalah satu dari ribuan cerita kehilangan yang menghiasi lembaran kelam bencana Semeru. Ia bukan satu-satunya warga Supiturang yang menelan pahitnya kerugian.
Namun apa yang dialami Junaidi menjadi cermin yang jernih tentang betapa rapuhnya kehidupan masyarakat desa ketika berhadapan dengan kekuatan alam yang tak terduga.
Di desa-desa lereng Semeru, sebuah sepeda motor bukan hanya alat transportasi. Bagi warga seperti Junaidi, motor adalah kaki kedua alat penting untuk bekerja, mengangkut hasil panen, pergi ke ladang, mengantar anak sekolah, hingga membeli kebutuhan harian.
Ketika motor itu hancur tertimbun abu, Junaidi bukan hanya kehilangan barang. Ia kehilangan alat hidup.
“Ini bukan cuma motor, Mas. Ini jalan saya buat kerja tiap hari,” katanya, Kamis (27/11/2025).
Bagi sebagian masyarakat kota, kerusakan motor mungkin dapat segera diganti atau diperbaiki. Namun bagi warga Supiturang dan Pronojiwo, membeli motor baru bukan perkara mudah.
Penghasilan yang tak menentu dan biaya hidup yang terus berjalan membuat kerugian ini menekan ekonomi mereka hingga ke titik paling sulit.
Setelah Semeru mengamuk, suasana Supiturang dan Kecamatan Pronojiwo berubah drastis. Jalanan yang dulunya ramai oleh aktivitas warga kini dipenuhi puing, abu, dan kendaraan rusak.
Banyak rumah berlubang atau jebol akibat hujan material vulkanik. Kebun warga yang menjadi sumber penghasilan utama rusak, tanaman mati, dan tanah tertutup lapisan pasir tebal.
Warung-warung kecil sepi pembeli. Aktivitas pertanian terhenti. Banyak warga terpaksa mengungsi, sementara yang bertahan harus menghadapi kondisi hidup yang serba terbatas.
Bagi warga yang mengandalkan hasil tani dan perkebunan, kerusakan ini berarti penghasilan mereka hilang dalam sekejap. Warga yang bekerja sebagai buruh harian kehilangan ladang pekerjaan.
Dan bagi mereka yang memiliki usaha kecil, modal usaha terkubur bersama sisa-sisa rumah yang tertutup abu.
Di tengah situasi itulah Junaidi dan warga lainnya terpaksa menata ulang hidup mereka dari titik nol.
Junaidi kini harus kembali berjalan kaki untuk menjalankan aktivitasnya. Suatu kondisi yang menguras tenaga sekaligus waktu. Namun ia tidak sendiri.
Banyak warga lain yang mengalami hal serupa, kehilangan motor, alat kerja, hewan ternak, dan sumber penghidupan lainnya.
Di beberapa titik desa, warga bergotong royong membersihkan puing rumah, menyapu abu, menyingkirkan kayu-kayu yang tumbang, dan memperbaiki plengsengan yang rusak.
Anak-anak membantu orang tua mereka mengangkut barang, sementara para ibu menyiapkan makanan dari bahan seadanya.
Bagi keluarga Junaidi, kehidupan pasca-erupsi harus dijalani dengan disiplin dan kesederhanaan. Persediaan makanan dijata, kebutuhan penting diprioritaskan, dan segala rencana jangka panjang harus ditunda.
“Kami ya berusaha kuat, Mas. Apa lagi yang bisa kita lakukan selain menerima dan bangkit pelan-pelan?” katanya lirih.
Meski situasi tampak berat, harapan belum padam di Pronojiwo. Warga masih percaya bahwa uluran tangan dari pemerintah, relawan, dan lembaga kemanusiaan dapat membantu meringankan beban mereka.
Bantuan berupa alat kerja, kendaraan sederhana, perbaikan rumah, dan dukungan ekonomi sangat dibutuhkan untuk memulai hidup baru.
Junaidi sendiri masih menyimpan keinginan sederhana, bisa memiliki sepeda motor lagi agar ia dapat kembali bekerja dengan normal.
Ia tahu, harapan itu mungkin tidak akan terwujud dalam waktu dekat. Namun ia percaya bahwa selama ia hidup, jalan untuk bangkit pasti ada.
“Saya masih bersyukur bisa selamat. Motor bisa dicari. Yang penting kami tetap kuat,” jelasnya.
Tinggalkan Balasan