Lumajang, – Di ketinggian sekitar 2.400 meter di atas permukaan laut, tersembunyi sebuah permata alam yang setiap musim kemarau berubah menjadi lanskap menakjubkan Ranu Kumbolo.
Danau berair jernih ini, yang biasa jadi tempat singgah para pendaki Gunung Semeru, kini diselimuti keheningan dan keindahan yang beku.
Saat suhu menyentuh titik 0 derajat Celsius, embun yang biasanya tak terlihat berubah menjadi butiran es tipis. Rumput-rumput di sekitar danau memutih, seperti disapu salju tipis.
Kabut tipis menyelimuti air danau, dan sinar matahari pagi memantulkan kilauan dari setiap tetes embun yang membeku menghadirkan suasana layaknya musim dingin di luar negeri, namun berada di jantung Pulau Jawa.
“Rasanya seperti berkemah di atas salju. Semua serba putih saat pagi hari,” cerita Roni, seorang pendaki asal Malang yang baru saja turun dari jalur Semeru, Sabtu (26/5/25).
Baca juga: Sopir Tabrak Rumah di Lumajang Masih Buron, Mobil Ditemukan Tanpa Pelat Nomor
Bagi banyak pendaki, momen ini adalah impian. Berkemah di tepi Ranu Kumbolo saat suhu turun ekstrem memang jadi tantangan tersendiri, tapi juga menghadirkan pengalaman yang tak tertandingi.
Suara angin malam, udara beku yang menggigit kulit, dan pemandangan yang sulit dilukiskan semuanya membentuk petualangan yang melekat seumur hidup.
Namun, keindahan ini datang dengan risiko. Balai Besar TNBTS mengingatkan semua wisatawan untuk tidak meremehkan suhu ekstrem. Jaket tebal, sleeping bag yang tahan suhu rendah, alas tidur insulasi, hingga perlengkapan darurat adalah bekal wajib.
“Suhu bisa turun drastis, terutama menjelang subuh. Jangan sampai keindahan ini justru berujung pada kondisi darurat seperti hipotermia,” kata pihak TNBTS dalam keterangannya.
Maka, bagi para pecinta alam dan petualang, Ranu Kumbolo di musim embun beku bukan sekadar tempat berkemah melainkan ritual pendakian yang penuh makna dan pembuktian diri. Dinginnya menusuk, tapi kenangan yang ditinggalkan selalu hangat di hati.
Tinggalkan Balasan