Jember, – Anggaran besar bukan jaminan hasil yang besar. Fakta itu tergambar jelas dari insiden terjebaknya sejumlah mobil dinas rombongan Bupati Jember Muhammad Fawait dalam lumpur tanjakan Jalan Bandealit, Desa Andongrejo, Kecamatan Tempurejo, Sabtu malam (16/8/2025).
Dengan dana pengaspalan sebesar Rp19,4 miliar yang diambil dari Dana Alokasi Khusus (DAK) APBD 2024, harapan warga sederhana: jalan menuju kawasan Pantai Bandealit dan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) bisa dilalui dengan aman dan nyaman. Namun nyatanya, sebagian mobil justru gagal menanjak dan harus ditarik manual karena kondisi tanah yang gembur dan licin.
Baca juga: Penerbangan Perdana Jakarta–Jember Gunakan ATR 72-500, Langsung Tanpa Transit
“Kalau anggaran sudah sebesar itu, harusnya tidak ada lagi kendaraan yang terjebak. Ini bukti bahwa pengerjaan belum tuntas atau tidak optimal,” ujar David Handoko Seto, anggota Komisi C DPRD Jember yang ikut dalam rombongan.
David Seto menambahkan pengaspalan 4 kilometer sisanya harus segera diselesaikan pada tahun anggaran berikutnya, jika Jember ingin serius dalam pengembangan pariwisata dan pemerataan pembangunan.
Baca juga: Polres Jember Ungkap 19 Kasus Narkoba dalam Sebulan, 27 Tersangka Diamankan
“Kejadian ini seharusnya direspons cepat oleh Pemkab Jember untuk segera melanjutkan pengaspalan. Kalau terus dibiarkan, mobil warga yang ada di bawah juga akan kesulitan melintas di tanjakan tersebut,” tegasnya.
Untuk diketahui, jalur tersebut merupakan sisa 4 kilometer dari total 12 kilometer jalan utama menuju kawasan wisata Bandealit. Dari total panjang tersebut, baru 8 kilometer yang diaspal pada 2024 dengan dana miliaran rupiah. Sayangnya, bagian yang tersisa justru melintasi medan paling berat, dekat kawasan hutan dan pabrik PT Bandealit.
Jalur ini tidak hanya penting bagi wisatawan dan rombongan pejabat, tetapi merupakan akses vital bagi warga sekitar untuk bekerja, bersekolah, hingga membawa hasil pertanian ke kota. Ketika jalan belum sepenuhnya layak, masyarakat kembali harus menghadapi tantangan sehari-hari yang sama: lumpur, bahaya kecelakaan, dan keterpencilan.
“Bayangkan kalau ambulans harus lewat jalan ini saat darurat. Padahal jalan ini juga satu-satunya akses utama keluar-masuk desa,” kata Siti Aminah, warga Desa Andongrejo.
Kondisi ini menjadi pukulan bagi wacana besar Pemkab Jember yang tengah menggalakkan pariwisata dan pembangunan berbasis kawasan. Pembangunan tidak bisa hanya simbolik atau sektoral. Jalan menuju destinasi harus dibangun seutuhnya bukan separuh, bukan hanya bagian yang dekat kota.
Tinggalkan Balasan