Tangis Dua Perempuan dalam Debu Semeru - Lensa Warta

Menu

Mode Gelap
100 Becak Listrik Hadiah Presiden: Napas Baru untuk Pengayuh Becak Lumajang yang Mulai Sepuh Transformasi Digital Tak Cukup dengan Infrastruktur: “Kuncinya Ada pada Pemanfaatan yang Efektif” Atlet Disabilitas Lumajang Bikin Sejarah: Sabet 3 Emas dan 1 Perak di Keparprov Jatim 2025 Cuaca Ekstrem Masih Mengancam, Pemerintah Perkuat Mitigasi Berbasis Informasi Resmi di Kawasan Lahar Semeru Evaluasi Komprehensif Disiapkan untuk Menangani Dampak Lahar Semeru

Nasional · 1 Des 2025 00:18 WIB ·

Tangis Dua Perempuan dalam Debu Semeru


 Tangis Dua Perempuan dalam Debu Semeru Perbesar

Lumajang, – Siang itu, ketika debu tipis masih tertinggal di udara dan langit Lumajang tampak suram seolah ikut berkabung, dua perempuan berdiri saling merengkuh di tengah keramaian tempat yang penuh luka.

Di antara suara relawan yang sibuk dan isakan kecil para penyintas lainnya, momen itu seolah menghentikan waktu.

Sosok pertama adalah Ngasini (40), menyisakan luka, namun hatinya masih berusaha kuat menahan beban kehilangan yang tak terbayangkan.

Sosok kedua adalah Ratih Damayanti, anggota DPRD Lumajang dari Fraksi PDI Perjuangan, yang datang bukan membawa formalitas jabatan, tetapi membawa hati yang tergerak melihat rakyatnya porak-poranda diterjang bencana.

Saat Ratih berdiri di samping Ngasini, perempuan itu mulai membuka kisah pedih yang masih terasa hangat.

Ia bercerita tentang detik-detik rumahnya ditelan abu panas Gunung Semeru, tentang bagaimana dirinya hanya bisa berlari sekuat tenaga untuk menyelamatkan diri.

Rumah yang selama puluhan tahun ia rawat, tempat ia membesarkan anak-anaknya, tempat ia menua bersama kenangan hidup, semua lenyap dalam hitungan jam.

“Saya tidak punya apa-apa lagi, semua hilang. Tapi saya masih bersyukur… saya masih hidup… masih bisa melihat matahari…” ucapnya, Minggu (30/11/2025).

Pada saat itu, suasana tiba-tiba menjadi hening. Para relawan yang tadinya mondar-mandir memperlambat langkah. Warga lain yang berada di sekitar menundukkan kepala, seolah turut merasakan beratnya beban yang ditanggung Ngasini.

Bahkan para relawan yang tengah memberikan bantuan tampak terdiam sejenak melihat Ngasini menangis hingga suaranya serak.

Sementara, Ratih yang mendengarkan tanpa sekalipun memalingkan wajah. Setiap kata Ngasini seolah menembus dadanya seperti sembilu. Dan di tengah cerita itu, tanpa ragu, Ratih merengkuh tubuh Ibu Ngasini dalam pelukan hangat.

Pelukan itu bukan pelukan seorang pejabat kepada warganya, itu adalah pelukan seorang anak kepada ibunya, pelukan manusia kepada manusia yang terluka.

Air mata Ratih jatuh bersamaan dengan air mata Ngasini, deras, tanpa ditahan, tanpa ada sekat diantara mereka berdua.

Di antara debu Semeru yang masih menempel di rambut dan pakaian mereka, tangis dua perempuan itu berpadu,
tangis kehilangan, tangis kesakitan, sekaligus tangis kekuatan yang perlahan mulai tumbuh.

Seolah Gunung Semeru tidak hanya meruntuhkan rumah-rumah, tetapi membuka ruang bagi dua jiwa ini untuk saling menggenggam dalam duka yang sama.

Ratih tidak mencoba menenangkan dengan kata-kata kosong. Ia tahu bahwa dalam situasi seperti ini, kalimat penyemangat bukanlah yang utama.

Yang mereka butuhkan adalah kehadiran, sentuhan yang tulus, bahwa mereka tidak berjalan sendiri menembus kepedihan.

“Saya merasakan apa yang ibu rasakan… Saya tidak ingin masyarakat menangis sendirian…” bisik Ratih sambil mempererat pelukannya.

Pelukan itu berlangsung lama. Lama sekali.
Dan pada saat keduanya melepaskan pelukan itu, meski mata masih basah, ada cahaya baru di wajah mereka.

Cahaya kecil yang menyiratkan bahwa dalam tumpukan abu erupsi, harapan tetap bisa ditemukan, asal ada manusia yang mau saling menguatkan. Dalam tangis yang menyatu itu, muncul kekuatan.

“Serta muncul keyakinan bahwa sebesar apa pun bencana merobohkan kehidupan, manusia selalu bisa saling menemukan untuk bangkit kembali,” pungkasnya.

Artikel ini telah dibaca 24 kali

badge-check

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Risiko Tinggi, Pemkab Lumajang Kembali Tawarkan Relokasi bagi Warga Sumberlangsep

8 Desember 2025 - 12:13 WIB

PVMBG Ingatkan Warga: Jauhi Besuk Kobokan dan Sempadan Sungai Hingga 17 Km

8 Desember 2025 - 08:43 WIB

Posko Terintegrasi Pantau Kondisi Sungai secara Real Time untuk Antisipasi Lahar

8 Desember 2025 - 08:27 WIB

Lumajang Perkuat Sistem Mitigasi Semeru untuk Kurangi Risiko Bencana Berulang

8 Desember 2025 - 08:03 WIB

Tidak Hanya Rumah, Masjid dan Lahan Perkebunan Warga Jugosari Tertimbun Lahar Semeru

8 Desember 2025 - 07:33 WIB

Warga Sumberlangsep Pilih Bertahan di Zona Rawan, Meski Lahar Semeru Menyapu Dusun

7 Desember 2025 - 20:00 WIB

Trending di Nasional