Surabaya, – Pengelolaan wisata offroad di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Pakal, Surabaya, mendapat sorotan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya.
Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, menilai konsep wisata yang sejatinya menawarkan pengalaman petualangan tersebut masih terjebak dalam pola birokrasi yang kaku dan belum sepenuhnya berorientasi pada kenyamanan pengunjung.
Menurut Yona, wisata offroad seharusnya dikelola dengan pendekatan yang fleksibel dan ramah wisatawan. Namun, sistem pendaftaran yang mewajibkan calon pengunjung untuk mendaftar secara daring dinilai justru mengurangi minat, terutama bagi wisatawan yang datang secara spontan.
Kondisi ini dinilai bertolak belakang dengan karakter wisata petualangan yang mengedepankan kebebasan dan pengalaman langsung di lapangan.
“Wisata itu harusnya fleksibel dan ramah pengunjung. Kalau semua harus daftar online dengan sistem yang kaku, orang bisa berpikir ulang untuk datang. Ini menunjukkan pengelolaan masih berorientasi administrasi, bukan pasar,” kata Yona, Kamis (18/12/2025).
Ia menambahkan, masih kuatnya pendekatan birokrasi dalam pengelolaan wisata Tahura Pakal menjadi indikasi bahwa pemerintah daerah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola destinasi wisata baru.
Menurutnya, pengelolaan wisata tidak bisa disamakan dengan pelayanan administrasi pemerintahan yang sarat prosedur, melainkan harus mampu menyesuaikan dengan dinamika dan kebutuhan pengunjung.
Untuk diketahui, penutup tahun anggaran 2025, pemerintah daerah dihadapkan pada keterbatasan anggaran akibat berkurangnya dana transfer dari pemerintah pusat. “Dalam situasi tersebut, optimalisasi sektor pariwisata menjadi salah satu strategi penting untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD),” terangnya.
Yona menilai, Surabaya sejatinya memiliki potensi wisata yang cukup besar, baik wisata alam, sejarah, maupun rekreasi. “Namun, sejumlah aset wisata yang dikelola Pemerintah Kota Surabaya dinilai belum menunjukkan kinerja yang sebanding dengan besarnya potensi dan aset yang dimiliki,” tuturnya.
Selain Tahura Pakal, ia juga menyoroti pengelolaan destinasi wisata lainnya, seperti Kebun Binatang Surabaya (KBS). Menurutnya, tanpa kepemimpinan yang jelas dan definitif, pengelolaan KBS sulit berkembang secara optimal. Padahal, KBS merupakan aset besar milik kota yang seharusnya mampu menjadi salah satu penopang utama PAD.
“Kalau KBS tidak punya direktur utama definitif, pengelolaannya pasti tidak bisa maksimal. Sementara biaya operasional tetap ditanggung APBD. Kalau tidak diimbangi peningkatan kinerja dan pendapatan, tentu berpotensi menjadi beban anggaran,” ujarnya.
Selain persoalan pengelolaan, Yona juga menyinggung pentingnya aspek kenyamanan dan keamanan dalam pengembangan destinasi wisata.
Ia mencontohkan kawasan wisata Kota Tua Surabaya yang memiliki potensi besar sebagai etalase sejarah kota, namun hingga kini dinilai belum sepenuhnya memberikan rasa nyaman bagi pengunjung akibat persoalan penataan kawasan dan aktivitas yang mengganggu.
“Kalau bicara wisata, rasa aman dan nyaman itu kunci. Potensi boleh besar, tapi kalau pengunjung belum merasa nyaman, tentu sulit berharap kunjungan meningkat,” tegasnya.
Tinggalkan Balasan