Jember, – Program unggulan Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang menjadi simbol perhatian pemerintah terhadap gizi anak-anak di Kabupaten Jember kini tengah menjadi sorotan tajam.
Dapur MBG pertama di Jember, yang dikelola oleh Yayasan Taman Pendidikan dan Asuhan (TPA) dan telah diresmikan langsung oleh Bupati Jember Muhammad Fawait, diterpa isu serius, dugaan distribusi makanan basi kepada ratusan siswa di Kecamatan Patrang.
Kejadian itu mencuat setelah sejumlah siswa dari empat lembaga pendidikan SDN Bintoro 5, SDN Bintoro 2, SMPN 15, dan TK Dharma Wanita Bintoro 02 menolak mengonsumsi makanan MBG yang dibagikan pada Jumat (26/9/25).
Makanan yang diduga telah basi itu memicu kepanikan di kalangan guru, yang langsung mengamankan ratusan porsi dari tangan siswa demi mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
Baca juga: Tiga Kali Mangkir, Anggota DPRD Jember Terancam Dijemput Paksa oleh Kejaksaan
“Anak-anak langsung menolak makanannya. Katanya bau, dan setelah kami cek, memang ada aroma tak sedap seperti sudah basi,” ungkap Nur Fadli, guru SDN Bintoro 5.
Baca juga: Hadiah Rp50 Juta, Daftar Gratis! Bupati Cup Catur 2025 Siap Ramaikan Lumajang
Sekolah ini sendiri menerima 181 porsi MBG pada hari kejadian. Meski belum ada laporan keracunan, pihak sekolah menuntut pertanggungjawaban dari pengelola dapur MBG, mengingat distribusi makanan dilakukan atas nama program pemerintah yang sudah resmi berjalan.
Yang menjadi perhatian adalah dapur MBG milik Yayasan TPA bukanlah dapur sembarangan. Dapur ini adalah dapur pertama dan percontohan di Jember, yang dalam proses peresmiannya dihadiri langsung oleh Bupati Jember.
Setiap harinya, dapur tersebut menyuplai sekitar 3.600 porsi makanan ke 22 lembaga penerima, termasuk balita dan ibu hamil.
Namun, saat masalah muncul, penanggung jawab yayasan, Achmad Sudiyono, sempat tidak merespons panggilan maupun pesan konfirmasi dari berbagai pihak, termasuk media. Baru setelah kejadian mendapat perhatian publik, ia memberikan klarifikasi.
“Makanan tidak basi. Itu menu spaghetti yang memakai cuka, mungkin aromanya dianggap bau oleh anak-anak. Kami akan edukasi mereka agar tidak salah persepsi,” kata Sudiyono sambil memakan langsung salah satu porsi makanan sebagai bukti bahwa menurutnya makanan tersebut masih layak dikonsumsi.
Tinggalkan Balasan