Surabaya, – DPRD Kota Surabaya menegaskan pentingnya program Intervensi Gen Z yang benar-benar menyentuh kemandirian ekonomi anak muda, bukan sekadar seremonial.
Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, menekankan bahwa program dengan alokasi anggaran mencapai Rp 47 miliar ini harus dikelola secara cermat dan berkelanjutan.
“Anggaran 2026 pemerintah kota ini untuk intervensi Gen Z. Tujuannya tentu ingin mengurangi angka kemiskinan, pengangguran, lalu mendorong para Gen Z memiliki kemandirian,” ujar Yona, Jumat (24/10/2025).
Baca juga:Pemkab Lumajang Tegaskan Komitmen Lestarikan Satwa, Rawat Enam Rusa Tutul dari Istana Bogor
Politisi Gerindra yang akrab disapa Cak Yebe ini mengingatkan, keberhasilan program sangat bergantung pada ketelitian camat dan lurah dalam menyetujui proposal kegiatan. Ia meminta agar perangkat wilayah tidak tergesa-gesa menyetujui program yang tidak memiliki dampak jangka panjang.
“Nah, agar program ini bisa berjalan dengan baik, kami menekankan agar camat dan lurah tidak gegabah atau tergesa-gesa meng-approve proposal tanpa kajian. Harapan kami proposal yang diajukan punya keberlanjutan,” jelasnya.
Baca juga:Audit Bongkar Kerugian Rp 3 Miliar di PD Semeru, Bupati Lumajang: Sistemnya Memang Buruk
Yona menambahkan, anggaran tersebut akan disalurkan ke tiap kecamatan, dengan proyeksi Rp 35 juta per RW per tahun. Dana ini diharapkan mampu mendorong kegiatan produktif berbasis kelompok, seperti urban farming, usaha kuliner inovatif, hingga bisnis digital, bukan kegiatan yang hanya seremonial.
“Contohnya adalah usaha berbasis digital, kuliner, dan lainnya. Namun, ini bersifat kelompok, bukan individu. Grouping, bukan individu,” tegasnya.
Sebagai contoh keberhasilan, Yona menyoroti program urban farming di Rungkut yang sudah mampu memasok hasil panen ke toko modern. Model ini diharapkan menjadi teladan untuk RW lain di seluruh Surabaya.
“Hasil urban farming bisa disalurkan ke toko-toko modern dan ini menumbuhkan ekonomi. Ini yang kami dorong menjadi benchmarking,” kata Yona.
Namun, ia mengingatkan agar pelatihan tidak berhenti di teori. Dukungan modal yang memadai dan kolaborasi lintas RW diperlukan agar kegiatan bernilai ekonomi tinggi bisa berjalan.
“Jangan hanya ikut tren tanpa menghitung masa hidup usahanya. Culinary memang ramai, tapi berapa banyak yang akhirnya hidup segan, mati tak enak,” ujarnya.
Lebih jauh, Yona menekankan agar program Intervensi Gen Z tidak membentuk mental instan pada anak muda. Disiplin dan proses harus diajarkan agar generasi muda tumbuh sebagai wirausahawan tangguh dan mandiri.
“Ajari adik-adik kita sebuah proses, bukan hasil. Jangan biasakan mereka hanya menerima bantuan hingga mentalnya menjadi terbiasa meminta,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan