Lumajang, – Suara dentuman dari Gunung Semeru kian sering terdengar hingga radius 12 kilometer dalam beberapa hari terakhir.
Meski menimbulkan kekhawatiran warga di sejumlah wilayah, Pusat Pengamatan Gunung Api (PPGA) Semeru menegaskan bahwa fenomena tersebut merupakan kondisi alamiah yang dipengaruhi faktor atmosfer, bukan pertanda akan terjadinya erupsi besar.
Petugas PPGA Semeru, Mukdas Sofian, menjelaskan bahwa dentuman yang terdengar layaknya suara petir itu diperkuat oleh kondisi atmosfer pada periode pagi hingga malam hari. Pada waktu-waktu tersebut, lapisan udara berada dalam kondisi stabil dengan suhu yang lebih rendah.
“Lapisan udara yang stabil memungkinkan gelombang suara dipantulkan kembali ke permukaan sehingga terdengar lebih keras di permukiman,” ujar Sofian, Kamis (27/11/2025).
Selain suhu dan stabilitas atmosfer, arah angin juga memiliki peran penting dalam memperkuat gaung dentuman. Dalam beberapa hari terakhir, angin dominan bergerak ke utara dan timur laut, sehingga wilayah-wilayah pada jalur tersebut lebih sering mendengar suara dentuman dari puncak kawah Semeru.
“Arah angin membuat suara terdistribusi lebih jelas ke wilayah utara dan timur laut,” kata Sofian.
Meningkatnya intensitas dentuman bukan sekadar efek atmosfer, tetapi memang berkaitan dengan aktivitas vulkanik dangkal pada Gunung Semeru. Sofian menyebut pelepasan gas bertekanan tinggi menjadi penyebab utama terjadinya dentuman kuat.
Data seismik menunjukkan dominasi gempa letusan dengan amplitudo menengah dan durasi panjang. “Ini menandakan adanya akumulasi gas yang kemudian dilepaskan secara tiba-tiba,” jelasnya.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa intensitas suara yang meningkat tidak mencerminkan adanya peningkatan energi magmatik dari kedalaman.
Perubahan morfologi kawah pasca awan panas guguran pada 19 November 2025 turut memperkuat suara dentuman. Bagian tumpukan material erupsi dan lava yang sebelumnya menutupi area sekitar kawah kini hilang, membuat struktur kawah lebih terbuka.
“Dengan struktur yang lebih terbuka, energi akustik dari setiap letusan dangkal dapat merambat lebih bebas,” jelas Sofian.
Pada Kamis (27/11/2025) pukul 00.00–06.00 WIB, Gunung Semeru merekam 54 kali gempa letusan dan empat kali gempa guguran. Namun demikian, PPGA menegaskan bahwa seringnya dentuman tidak menunjukkan adanya potensi erupsi besar dalam waktu dekat.
“Fenomena ini lebih menggambarkan dinamika tekanan di dekat permukaan,” tegas Sofian.
Tinggalkan Balasan