Lumajang, – Sebelum puluhan gunungan dipersembahkan dalam puncak acara Jolen Satu Suro, warga Desa Senduro, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, terlebih dahulu menjalani rangkaian ritual pembuka yang sarat makna spiritual.
Prosesi ini dimulai dengan anjangsana ke patilasan dan sesepuh desa, dilanjutkan dengan bedah kerawang dan doa berama dengan lima dusun di Desa Senduro.
Anjangsana ini bukan sekadar kunjungan biasa, melainkan wujud penghormatan kepada leluhur dan penjaga spiritual desa.
Warga mendatangi mata air, patilasan dan tempat keramat lainnya yang dipercaya menjadi sumber kekuatan dan berkah bagi kehidupan masyarakat.
“Ini adalah bentuk permohonan izin dan restu kepada para leluhur agar acara Jolen berjalan lancar dan membawa berkah bagi semua,” kata Kepala Desa Senduro, Farid Rohman H, Jumat (27/6/25).
Ritual bedah kerawang desa menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi ini.
Dalam prosesi ini, warga bersama tokoh adat membuka simbol-simbol adat dan menggelar doa bersama untuk keselamatan, kemakmuran, serta ketentraman seluruh warga desa.
Setiap dusun menggelar barian atau yang lebih dikenal doa dan syukuran bersama yang dilakukan serentak menjelang puncak perayaan.
Lima dusun di Desa Sendoro, masing-masing memiliki cara dan tempat sakral tersendiri untuk menggelar barian.
Hal ini menunjukkan kekayaan lokal yang terpelihara, sekaligus keragaman dalam satu kesatuan adat.
Ritual-ritual ini dilakukan jauh hari sebelum penyajian 43 gunungan dalam Jolen.
Gunungan-gunungan tersebut merupakan hasil gotong royong masyarakat, berisi bahan makanan, hasil tani, serta simbol kehidupan sehari-hari yang kemudian didoakan dan dibagikan sebagai bentuk syukur atas berkah bumi Sinduro.
Tradisi ini sekaligus menjadi pembeda utama Jolen Sendoro dari perayaan budaya lainnya, bukan sekadar pesta adat, tetapi juga perjalanan spritual kolektif untuk menyatu dengan alam dan leluhur.
“Kalau tidak didahului ritual seperti ini, Jolen terasa hambar. Karena inti dari Jolen adalah penghormatan baik kepada leluhur, bumi, maupun sesama manusia,” jelasnya.
Dengan menjaga pakem dan makna setiap tahapan ritual, masyarakat Desa Senduro membuktikan bahwa tradisi tak hanya bisa dilestarikan, tapi juga dihayati dan dijalani sepenuh hati.
Tinggalkan Balasan