Lumajang, – Abu vulkanik yang menutupi Desa Supiturang seakan menjadi saksi bisu tentang beratnya langkah warga untuk memulai kembali hidup mereka.
Erupsi Gunung Semeru bukan hanya merusak rumah, tetapi juga menghancurkan ratusan hektare lahan pertanian, memutus akses listrik, hingga membuat puluhan anak kehilangan bangunan sekolah. Namun di balik itu semua, berbagai tangan hadir untuk membantu warga berdiri kembali.
Bagi 85 penyintas Semeru, bantuan tunai sebesar Rp1,5 juta dari Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, MH. Said Abdullah, menjadi titik awal pemulihan.
Wakil Ketua DPD Jatim, Agus Wicaksono, bersama jajaran pengurus PDIP Jatim dan Fraksi PDIP DPRD Lumajang, hadir untuk melihat langsung dampak erupsi Gunung Semeru.
“Semoga bantuan ini bisa meringankan beban para penyintas erupsi Gunung Semeru,” kata Agus, Senin (24/11/2025).
Ia menyampaikan, ratusan hektare lahan pertanian di Supiturang kini rusak berat akibat material vulkanik, membuat banyak keluarga kehilangan satu-satunya sumber penghasilan.
Di sisi lain, pemulihan infrastruktur terus dikebut. PLN bergerak cepat memperbaiki jaringan yang padam sejak erupsi terjadi. Total 571 rumah sempat gelap gulita dan 36.216 pelanggan terdampak. Namun kini, seluruh pasokan listrik telah kembali menyala.
Petugas PLN memperbaiki 133 gardu distribusi dan satu penyulang yang rusak, mengembalikan beban hingga 3,72 megawatt dari kondisi padam sebelumnya. “Listrik bukan sekadar terang, itulah kunci berjalannya komunikasi darurat, dapur umum, layanan kesehatan, hingga aktivitas warga di pos pengungsian,” ucap dia.
Politisi Partai PDI Perjuangan itupun mengegaskan, tantangan terbesar justru terlihat dari dunia pendidikan. Gedung SD Negeri 02 Supiturang yang hancur tertimbun material erupsi membuat 94 siswanya harus dipindahkan ke SD Negeri 01 Supiturang.
“Tanpa seragam, tanpa sepatu, tanpa perlengkapan belajar, anak-anak itu tetap datang ke sekolah. Mereka belajar berbagi ruang, berbagi bangku, dan berbagi semangat,” tegasnya.
Meskipun, kata dia, fasilitas terbatas, semangat mereka tidak ikut terkubur. “Anak-anak tetap ingin belajar. Semua perlengkapan mereka tertimbun, tapi mereka tetap datang,” katanya.
Tinggalkan Balasan