Lumajang, – Siapa sangka cairan manis dari lebah klanceng bisa menjadi sumber penghasilan puluhan juta? Andri Fahruzi, pemuda asal Desa Bedayu, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, membuktikan bahwa dengan ketekunan dan inovasi, madu bisa menjadi emas cair yang menjanjikan.
Sejak 2020, Andri telah menekuni budidaya lebah klanceng salah satu jenis lebah tanpa sengat yang menghasilkan madu dengan kualitas tinggi.
Ia memulai usahanya dari skala kecil, namun kini, di usianya yang baru menginjak 22 tahun, Andri telah memiliki 1.100 kotak lebah klanceng yang tertata rapi di pekarangan rumahnya.
Baca juga: Dari Limbah Jadi Berkah, Cerita Ibu-Ibu Lumajang Mengolah Pelepah Pisang Jadi Kertas Bernilai Jual
“Dari 1.100 kotak ini, saya bisa panen hingga 10 liter madu klanceng setiap bulan,” ujar Andri saat ditemui, Rabu (20/8/25).
Dengan harga jual Rp 300.000 per liter, madu klanceng produksinya kini mampu menghasilkan omzet hingga Rp 3 juta per bulan.
Baca juga: Lamisih, Perempuan Desa yang Bangkit Lewat Gula Aren
Tak hanya laris di Lumajang, produknya juga diminati pembeli dari Surabaya dan Malang. Ini membuktikan bahwa madu klanceng lokal memiliki daya saing tinggi di pasar yang lebih luas.
Tak sekadar mengejar keuntungan, Andri juga menjaga kualitas produk dengan merawat kebersihan kotak-kotak lebah secara rutin.
Menurutnya, kebersihan kandang sangat memengaruhi produktivitas lebah dan kualitas madu yang dihasilkan.
Baca juga: Tak Sekadar Usaha, Susu Kambing Senduro Dorong Ekonomi Desa
“Selain itu, kita juga harus waspada dengan hama seperti semut dan cicak. Kalau tidak dijaga, bisa merusak koloni,” tambahnya.
Madu klanceng dikenal kaya manfaat, mulai dari meningkatkan daya tahan tubuh hingga mempercepat penyembuhan luka.
Karena khasiatnya, permintaan pasar cenderung stabil, bahkan meningkat seiring tren gaya hidup sehat.
Kisah Andri menjadi contoh bagaimana potensi komoditas lokal bisa diolah menjadi usaha yang bernilai ekonomi tinggi.
Budidaya lebah klanceng pun relatif ramah lingkungan dan tidak memerlukan lahan luas atau biaya operasional besar, menjadikannya peluang yang menjanjikan, terutama di daerah pedesaan.
Kini, Andri berharap bisa mengembangkan usahanya lebih besar lagi, termasuk melakukan pelatihan kepada warga sekitar agar potensi lebah klanceng bisa menjadi sumber penghasilan kolektif.
“Semoga ke depan bisa buka pelatihan dan mengembangkan ini jadi usaha bersama warga,” tutupnya.
Tinggalkan Balasan