16 Tahun Terakhir, Ranu Pani Terus Menyempit, Siapa yang Bertanggung Jawab? - Lensa Warta

Menu

Mode Gelap
EDITORIAL | Birokrasi Lemot, Anggaran Mandek, Moral ASN Rapuh: Saatnya Indah Masdar Lakukan Bersih-Bersih di Lumajang Bunda Indah: Santri Masa Kini Harus Jadi Pelopor Peradaban yang Berakar pada Moral dan Nasionalisme Bunda Indah Gaungkan “Nguri-Nguri Budaya Jawa”: Sekolah Jadi Ruang Cerdas yang Berakar pada Kearifan Lokal Santri Lumajang Gelar Aksi Damai: Meneguhkan Nilai Pesantren dan Etika Publik “Gema Berbaris” Lumajang: Mencetak Generasi Madrasah yang Cerdas, Religius, dan Nasionalis

Nasional · 11 Okt 2025 17:28 WIB ·

16 Tahun Terakhir, Ranu Pani Terus Menyempit, Siapa yang Bertanggung Jawab?


 16 Tahun Terakhir, Ranu Pani Terus Menyempit, Siapa yang Bertanggung Jawab? Perbesar

Lumajang, – Selama lebih dari satu dekade, Danau Ranu Pani di kaki Gunung Semeru, Kabupaten Lumajang, menyaksikan proses perlahan tapi pasti, penyempitan wilayah perairannya.

Dalam kurun waktu 16 tahun terakhir, sedimentasi dan pendangkalan telah menggerus danau seluas 2,5 hektar, sebuah angka yang tidak kecil jika menyangkut danau alami yang selama ini menjadi bagian penting dari ekosistem Pegunungan Tengger-Semeru.

Fenomena ini terjadi akibat akumulasi residu pupuk, pestisida, dan limbah organik dari aktivitas pertanian intensif di lereng Gunung Semeru, serta limbah rumah tangga dari permukiman warga sekitar danau.

Dampaknya, permukaan danau semakin dipenuhi oleh ledakan populasi alga dan tanaman air yang mempercepat proses pendangkalan dan mengganggu keseimbangan ekosistem.

Baca juga: BBTNBTS: Pendangkalan Ranu Pani Cerminan Interaksi Negatif Manusia dan Alam

“Residu yang menumpuk memicu eutrofikasi, menjadikan Ranu Pani terlalu subur, ditumbuhi alga dan tanaman air secara berlebihan hingga menutupi permukaan,” jelas Septi Eka Wardhani, Kepala Bagian Tata Usaha Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS), Sabtu (11/102025).

Baca juga: Hotel hingga Perbankan Cari Karyawan di Job Fair Lumajang, Ini Pesan Bupati Indah

Septi menjelaskan proses eutrofikasi dipicu oleh peningkatan nutrien berlebih, terutama nitrogen dan fosfor, yang masuk ke danau melalui limpasan air hujan dari lahan pertanian dan permukiman. Dalam kondisi normal, nutrien ini dibutuhkan untuk mendukung kehidupan akuatik, namun dalam jumlah berlebihan justru menjadi racun bagi danau.

“Penggunaan pupuk kandang, pestisida, dan herbisida sintetis yang tidak terkontrol memperparah kondisi ini. Danau yang terlalu subur akan cepat tertutup tanaman air dan mengalami penurunan kualitas air,” tambahnya.

Fenomena eutrofikasi bukan hanya mengganggu estetika danau atau menghambat aktivitas wisata. Dampak ekologisnya jauh lebih serius, penurunan kadar oksigen dalam air, kematian organisme air, dan gangguan terhadap rantai makanan di ekosistem danau.

Artikel ini telah dibaca 29 kali

badge-check

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

1.700 Personel Gabungan Dikerahkan Amankan Laga Arema FC vs Persija di Stadion Kanjuruhan

8 November 2025 - 11:57 WIB

Gunung Semeru Erupsi, Polres Lumajang Pastikan Seluruh Unsur Siaga Hadapi Potensi Bencana

5 November 2025 - 13:09 WIB

Cegah Kepanikan Warga, Bupati Lumajang Perkuat Pengawasan SPBU Pertamina

31 Oktober 2025 - 16:24 WIB

Bupati Lumajang Sidak Dua SPBU, Pastikan Pertalite Aman dan Sesuai Standar

31 Oktober 2025 - 16:13 WIB

Pemerintah Siapkan Rp20 Triliun untuk Hapus Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan

31 Oktober 2025 - 10:50 WIB

MJO dan Gelombang Rossby Sebabkan Cuaca Ekstrem di Jawa Timur, Ini Penjelasan BMKG

30 Oktober 2025 - 12:41 WIB

Trending di Nasional