Pemerintah Kabupaten Lumajang menerima kunjungan resmi Ketua Kwarda Gerakan Pramuka Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace), Rabu (9/7/2025). Kunjungan ini menjadi bagian dari penguatan kerja sama lintas daerah menjelang pelaksanaan Upacara Piodalan di Pura Mandara Giri Semeru Agung, Senduro, yang digelar Kamis (10/7/2025).
Bupati Lumajang, Indah Amperawati (Bunda Indah), dan Wakil Bupati Yudha Adji Kusuma menyambut langsung Cok Ace di Pendopo Arya Wiraraja. Pertemuan berlangsung hangat dan sarat semangat persaudaraan antarumat beragama.
“Kami tentu sangat mendukung kegiatan sakral seperti Piodalan. Pemerintah daerah dan aparat keamanan akan menjaga agar prosesi berlangsung khidmat, aman, dan tertib,” ujar Bunda Indah.
Piodalan di Pura Mandara Giri bukan sekadar ritual tahunan. Upacara ini menghadirkan ribuan umat Hindu dari berbagai provinsi, terutama dari Bali. Letak pura di lereng Gunung Semeru — yang dianggap puncak suci oleh umat Hindu — menambah nilai spiritual dan kultural acara ini.
Cok Ace menyampaikan apresiasi atas dukungan Lumajang terhadap umat Hindu. Ia menyebut Lumajang sebagai rumah kedua bagi warga Bali yang rutin datang untuk bersembahyang.
“Kami merasa disambut hangat. Ini bukti nyata bahwa harmoni dan toleransi antarkomunitas masih terjaga dengan baik,” ungkap Cok Ace.
Cok Ace juga mengundang Bupati dan Wabup Lumajang untuk hadir dalam prosesi Piodalan, sebagai bentuk penghormatan dan penguatan kerja sama antarwilayah.
Wabup Yudha menyambut baik ajakan tersebut. Ia menegaskan bahwa kegiatan seperti Piodalan bukan hanya urusan keagamaan, tetapi juga bagian penting dari pelestarian budaya bangsa.
“Piodalan ini merekatkan nilai spiritual dan budaya. Ini mempertegas bahwa toleransi adalah kekuatan sejati masyarakat Lumajang,” ucapnya.
Di tengah dinamika sosial hari ini, pelaksanaan Piodalan menjadi pengingat bahwa Indonesia tumbuh dari keragaman. Keberadaan Pura Mandara Giri di wilayah mayoritas non-Hindu menggambarkan bahwa toleransi bisa hadir secara nyata, bukan hanya dalam retorika.
Pemkab Lumajang memandang tradisi Piodalan sebagai aset budaya dan sarana diplomasi sosial. Lewat pendekatan yang inklusif dan kolaboratif, Lumajang ingin menegaskan posisinya sebagai rumah bagi seluruh anak bangsa — tanpa melihat perbedaan keyakinan.
Tinggalkan Balasan