Tradisi Tak Lekang Waktu, Bhakti Penganyar Jadi Jembatan Budaya Bali dan Jawa - Lensa Warta

Menu

Mode Gelap
Khofifah Serahkan Santunan Rp10 Juta untuk Keluarga Korban KMP Tunu Pratama Jaya yang Tenggelam di Selat Bali Nggak Pake Ribet! Ini Cara Membaca Pesan WhatsApp Tanpa Membuka Chat RSNU Permata Lumajang Diproyeksikan Jadi Rumah Sakit Unggulan Berbasis Nahdliyin RSNU Lumajang Gelar Operasi Bibir Sumbing Gratis untuk Puluhan Warga Tak Mampu Bupati Lumajang: RSNU Harus Jadi Rumah Sakit Inklusif untuk Semua Golongan

Nasional · 18 Jul 2025 10:00 WIB ·

Tradisi Tak Lekang Waktu, Bhakti Penganyar Jadi Jembatan Budaya Bali dan Jawa


 Tradisi Tak Lekang Waktu, Bhakti Penganyar Jadi Jembatan Budaya Bali dan Jawa Perbesar

Lumajang, – Pagi belum sepenuhnya terang saat kabut tipis masih menyelimuti kaki Gunung Semeru. Di balik gemuruh alam yang hening, harum dupa mulai memenuhi udara.

Di pelataran Pura Mandara Giri Semeru Agung, ratusan umat berpakaian serba putih bersila dalam diam, tangan terkatup di dada.

Sebuah suara kidung suci pelan-pelan menggema dari balik bale pawedan, menandai dimulainya sebuah prosesi spiritual yang telah diwariskan selama generasi Bhakti Penganyar.

Pada Kamis, 17 Juli 2025 kemarin, Pemerintah Kabupaten Bangli melakukan Bhakti Penganyar di Pura Mandara Giri Semeru Agung.

Baca juga: Piodalan di Pura Mandhara Giri: Tradisi Spiritual yang Menggerakkan Ekonomi Desa

Upacara ini bukan hanya bentuk sraddha bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, melainkan juga manifestasi rasa syukur, harapan akan kerahayuan jagat, dan pelestarian tradisi lintas pulau yang terus dijaga dengan penuh cinta.

Rombongan Pemkab Bangli dipimpin langsung oleh Bupati Sang Nyoman Sedana Arta, didampingi Ny. Sariasih Sedana Arta. Turut hadir pula Wakil Bupati I Wayan Diar dan Ny. Suciati Diar, Sekretaris Daerah Bangli, serta sejumlah kepala Organisasi Perangkat Daerah.

Baca juga: Piodalan di Pura Mandhara Giri: Tradisi Spiritual yang Menggerakkan Ekonomi Desa

“Bhakti Penganyar ini bukan hanya kewajiban spiritual, tapi juga bentuk penguatan jalinan budaya yang sudah terbina sejak dahulu antara Bali dan Jawa. Kami datang bukan hanya membawa dupa dan banten, tapi juga doa untuk harmoni dan keseimbangan alam semesta,” kata Bupati Sedana Arta, Jumat (18/7/25).

Pura Mandara Giri Semeru Agung memiliki posisi sakral dalam spiritualitas umat Hindu, khususnya yang berasal dari Bali.

Baca juga: Pujawali Pura Semeru Agung Tak Sekadar Tradisi, Tapi Penanda Sejarah Spiritualitas Hindu

Pura ini dipercaya sebagai paku buana di Tanah Jawa penyeimbang kosmis yang memiliki hubungan spiritual dengan Gunung Semeru, yang dalam kepercayaan Hindu Bali adalah tempat bersemayamnya para dewa.

Nama “Mandara Giri” sendiri merujuk pada kisah Mandara Giri dalam mitologi Hindu, saat para dewa dan asura memutar gunung untuk memperoleh tirta amerta.

Pura ini menjadi simbol pencarian keseimbangan hidup, kesucian, dan kekekalan nilai spiritual dalam kehidupan manusia.

Di balik keagungannya, Pura Mandara Giri juga menyimpan sejarah migrasi budaya. Para pendahulu dari Bali yang merantau ke Jawa Timur mendirikan pura ini sebagai bentuk pertahanan spiritual mereka pengikat identitas dan penjaga warisan leluhur.

Sinar matahari mulai menyusup di sela-sela pepohonan pinus saat bel pura dibunyikan tiga kali. Umat berdiri, mengangkat tangan, bersiap melantunkan doa.

Tak terdengar hiruk-pikuk dunia luar, hanya mantra puja stuti yang mengalun, menciptakan ruang hening yang sakral.

Pemkab Bangli turut menyerahkan punia sebuah donasi suci untuk mendukung pelaksanaan piodalan di pura tersebut. Donasi ini bukan hanya simbol material, tapi juga bentuk solidaritas spiritual antarumat Hindu di dua pulau.

“Yang terpenting dari semua ini adalah menjaga kesadaran kita sebagai umat yang terhubung dalam satu energi universal. Kami datang bukan sebagai tamu, tapi sebagai saudara yang kembali ke rumah rohani kami di Jawa Timur,” <span;>ungkap Ny. Sariasih Sedana Arta, dengan mata yang berkaca-kaca usai persembahyangan.

Di balik prosesi suci, Bhakti Penganyar membawa pesan yang lebih luas, yakni spiritualitas dapat menjadi jembatan lintas wilayah, lintas budaya, bahkan lintas generasi. Dalam zaman yang serba cepat dan terfragmentasi, upacara seperti ini mengingatkan kita akan pentingnya akar.

“Ketika kita melakukan Bhakti Penganyar, sesungguhnya kita sedang memperbarui komitmen kita pada nilai-nilai luhur, bukan hanya kepada Tuhan, tapi juga pada semesta dan sesama,” kata Wakil Bupati I Wayan Diar.

“Suasana yang tercipta di Pura Mandara Giri tidak hanya menyatukan umat Hindu dari Bangli dan Lumajang, tetapi juga menyulam kembali benang-benang kekerabatan yang terjalin sejak masa lampau,” tambahnya.

Artikel ini telah dibaca 19 kali

badge-check

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Karnaval, Tradisi, dan Dentuman: Dilema Budaya di Tengah Desa

18 Juli 2025 - 16:06 WIB

Cerita Pilu Siti Fatimah, Ibu Lansia yang ‘Dibuang’ Anak Kandung ke Panti Jompo Malang

17 Juli 2025 - 20:39 WIB

Menanti Instruksi Gubernur, MUI Lumajang Minta Kepala Daerah Kompak Soal Sound Horeg

17 Juli 2025 - 19:18 WIB

Sound Horeg Diproses Seperti Kegiatan Umum Lain, Tapi Ada Pengecekan Khusus

17 Juli 2025 - 19:08 WIB

Pasca Kericuhan, MUI Haramkan Sound Horeg: Pemkot Malang Siapkan Langkah Pencegahan

15 Juli 2025 - 20:14 WIB

Kendaraan Roda Tiga, Termasuk Milik Pemerintah, Dapat Fasilitas Pemutihan Pajak

15 Juli 2025 - 16:12 WIB

Trending di Nasional