Malang, – Selebgram Amrizal Nuril Abdi alias King Abdi akhirnya meminta maaf secara terbuka usai menjalani pemeriksaan di Polresta Malang Kota, Jumat (18/7/25). Permintaan maaf ini disampaikan setelah konten promosi toko miras Sari Jaya 25 yang dibuatnya memicu kontroversi dan kecaman publik.
Dalam pernyataan resminya, King Abdi mengakui bahwa dirinya lalai saat membuat konten promosi tersebut dan tidak menyadari dampak negatif yang ditimbulkan. Ia menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh masyarakat Kota Malang, tokoh agama, Pemerintah Kota Malang, hingga aparat kepolisian.
“Aku minta maaf kepada semua lapisan masyarakat Kota Malang, pemuka agama, Pemerintah Kota Malang dan resmob karena sudah bikin gaduh,” ucapnya.
Baca juag: Pemkot Surabaya Buka Pintu Investasi Taksi Listrik, Asal Rekrut Warga Lokal
Ia menegaskan bahwa kesalahan tersebut murni kelalaiannya dalam membuat konten. Tanpa bermaksud menyinggung pihak mana pun, King Abdi menyatakan siap bertanggung jawab dan mengikuti proses hukum yang berlaku.
“Ini adalah murni bahwa saya kali ini lalai. Aku minta maaf banget, ini murni kesalahan saya,” tambahnya.
King Abdi juga menyebut bahwa dirinya telah menjelaskan semua hal terkait motif pembuatan video tersebut kepada pihak kepolisian. Ia mengaku konten promosi itu kini telah dihapus dari media sosial pribadinya.
Baca juga: Data Bansos Tak Akurat, Bupati Jember Gandeng Mahasiswa KKN
“Sudah saya take down (video promosi), pokoknya saya minta maaf karena saya benar-benar lalai. Saya ceroboh dan ini memang waktunya saya meminta maaf karena kelalaian ini,” tandasnya.
Sebelumnya, video King Abdi yang mempromosikan toko miras Sari Jaya 25 di Jalan Soekarno-Hatta, Kota Malang, menuai kecaman dari berbagai pihak. Banyak yang menilai konten tersebut tidak pantas disebarluaskan, terutama karena bisa berdampak buruk bagi generasi muda.
Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnaggai, mengecam keras konten tersebut dan menyebutnya berbahaya jika dikonsumsi oleh anak-anak. Ia meminta agar selebgram dan influencer lebih bijak dalam membuat konten di ruang publik digital.
“Konten seperti itu berpotensi menyesatkan dan tidak mendidik, apalagi jika ditonton oleh anak-anak. Sangat berbahaya,” ujarnya.
Tinggalkan Balasan