Malang, – Pemerintah Kota (Pemkot) Malang memastikan bahwa kebijakan pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi 57.311 warga kurang mampu tidak akan mengganggu pendapatan asli daerah (PAD).
Meski diperkirakan akan mengurangi pemasukan sekitar Rp1 miliar, angka tersebut dianggap relatif kecil dan masih bisa dikompensasi dari sektor pajak lain yang potensial.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang, Handi Priyanto, mengatakan bahwa kebijakan tersebut menyasar warga dengan nilai tagihan PBB maksimal Rp30 ribu per tahun.
Langkah ini menjadi bagian dari kebijakan pro-rakyat yang digagas langsung oleh Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, dan akan mulai diberlakukan pada tahun 2026.
Baca juga: Polrestabes Surabaya Bantah Terima Upeti Rp 120 Juta dalam Kasus Narkoba
“Pak Wali Kota sudah memiliki kebijakan, di mana warga yang memiliki PBB Rp30 ribu akan digratiskan. Otomatis mereka adalah masyarakat kecil, dan regulasinya dalam bentuk peraturan wali kota sedang kami siapkan,” kata Handi, Minggu (24/8/25).
Handi menekankan bahwa potensi kehilangan PAD sebesar Rp1 miliar dari pembebasan PBB tidak signifikan jika dibandingkan total pendapatan daerah secara keseluruhan. Ia menyebut, sumber-sumber pajak lain seperti restoran dan hotel dapat menutupi potensi kekurangan tersebut.
“Secara nominal kecil, kami bisa menebus itu dari pajak restoran dan hotel. Jadi, kondisinya masih aman,” jelasnya.
Baca juga: Terobos Kuota, Bupati Jember Usulkan 3.378 Honorer R4 Jadi PPPK
Selain itu, Pemkot Malang juga menyebut potensi kehilangan Rp1 miliar dari kebijakan pembebasan PBB jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan potensi hilangnya pendapatan sebesar Rp7 miliar akibat kebijakan baru terkait ambang batas omzet pelaku usaha kuliner untuk dikenai pajak barang dan jasa tertentu (PBJT).
Dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), diatur bahwa PBJT dari makanan dan minuman hanya dikenakan kepada pelaku usaha dengan omzet minimal Rp15 juta per bulan.
Baca juga: Tol Probolinggo–Banyuwangi Senilai Rp10,84 Triliun, Waktu Tempuh 5 Jam Jadi 2 Jam: Ini Jalurnya!
Sebelumnya, ambang batas itu berada di Rp5 juta per bulan. Perubahan ini menyebabkan potensi lost revenue yang jauh lebih besar.
“Omzet dari yang semula Rp5 juta ke Rp15 juta, potensi lost kami Rp7 miliar, kan jauh lebih besar ketimbang menggratiskan PBB,” terang Handi.
Namun demikian, ia menegaskan bahwa Bapenda tidak berencana menurunkan target pendapatan pada Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) APBD 2025.
“Saya tidak mengajukan penurunan target, masih tetap sama karena kami bisa menyurpluskan itu,” katanya.
Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, menyampaikan bahwa kebijakan ini merupakan inisiatif langsung dari dirinya. Menurutnya, langkah ini diambil sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat kecil, terutama dalam situasi ekonomi yang masih belum sepenuhnya stabil.
“Saya mengambil langkah ini untuk meringankan beban masyarakat,” tegas Wahyu.
Ia juga menegaskan bahwa pembebasan PBB untuk warga yang masuk dalam kriteria tersebut akan terus berlaku selama masa jabatannya sebagai wali kota.
“Tidak akan dipungut biaya, nol rupiah,” ujarnya.
Tinggalkan Balasan