EDITORIAL | Birokrasi Lemot, Anggaran Mandek, Moral ASN Rapuh: Saatnya Indah Masdar Lakukan Bersih-Bersih di Lumajang - Lensa Warta

Menu

Mode Gelap
EDITORIAL | Birokrasi Lemot, Anggaran Mandek, Moral ASN Rapuh: Saatnya Indah Masdar Lakukan Bersih-Bersih di Lumajang Bunda Indah: Santri Masa Kini Harus Jadi Pelopor Peradaban yang Berakar pada Moral dan Nasionalisme Bunda Indah Gaungkan “Nguri-Nguri Budaya Jawa”: Sekolah Jadi Ruang Cerdas yang Berakar pada Kearifan Lokal Santri Lumajang Gelar Aksi Damai: Meneguhkan Nilai Pesantren dan Etika Publik “Gema Berbaris” Lumajang: Mencetak Generasi Madrasah yang Cerdas, Religius, dan Nasionalis

Daerah · 21 Okt 2025 10:14 WIB ·

EDITORIAL | Birokrasi Lemot, Anggaran Mandek, Moral ASN Rapuh: Saatnya Indah Masdar Lakukan Bersih-Bersih di Lumajang


 EDITORIAL | Birokrasi Lemot, Anggaran Mandek, Moral ASN Rapuh: Saatnya Indah Masdar Lakukan Bersih-Bersih di Lumajang Perbesar

Pemerintahan Kabupaten Lumajang tengah berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, publik menaruh harapan besar pada kepemimpinan baru Bupati Indah Masdar sebagai simbol perubahan. Namun di sisi lain, wajah birokrasi Lumajang yang kini tampak di lapangan justru menunjukkan gejala stagnasi yang kian parah. Ditandai dengan adanya anggaran menumpuk di akhir tahun, pelayanan publik lamban dan moral aparatur yang mulai goyah.

Kritik terhadap lemahnya kinerja aparatur bukan sekadar keluhan sesaat. Ini adalah akumulasi dari sistem birokrasi yang terlalu lama nyaman dalam rutinitas, minim inovasi dan miskin tanggung jawab.

Anggaran Menumpuk, Birokrasi Tak Bergerak

Setiap akhir tahun, publik disuguhi pemandangan yang sama. Dinas-dinas dikejar waktu untuk mencairkan anggaran, kegiatan mendadak digenjot dan laporan keuangan dibuat tergesa-gesa. Pola klasik ini menandakan bahwa perencanaan dan pelaksanaan di Lumajang tidak berjalan efektif sejak awal.

Ketika realisasi APBD baru melonjak menjelang Desember, itu bukan prestasi, melainkan gejala penyakit birokrasi. Aparat bekerja karena tekanan waktu, bukan karena visi pelayanan. Akibatnya, banyak program strategis yang seharusnya memberikan manfaat nyata bagi rakyat justru gagal tepat sasaran atau terlambat dirasakan dampaknya.

Berdasarkan data di portal https://djpk.kemenkeu.go.id/, hingga 20 Oktober 2025 belanja daerah Kabupaten Lumajang belum mencapai 50% dari perencanaan atau hanya di angka 48.46%. Ini menunjukkan bahwa pencairan anggaran di Kabupaten Lumajang belum efektif dan lambat.

Keluhan Dinas: Bappeda dan BPKAD Dinilai Tidak Kooperatif

Sumber-sumber internal di sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) mengeluhkan hal yang sama. Mereka merasa tidak mendapat dukungan penuh dari lembaga perencana dan pengelola keuangan daerah. Bappeda dan BPKAD kerap menjadi penghambat alur kerja, bukan mitra strategis pembangunan.

Banyak kepala dinas mengaku bahwa usulan program sering dimentahkan oleh Bappeda tanpa alasan yang jelas atau solusi alternatif. Bukannya dibimbing untuk memperbaiki perencanaan, mereka justru “dipinggirkan” dari proses penyusunan prioritas pembangunan.

Padahal, Bappeda semestinya berperan sebagai navigator pembangunan daerah, bukan sebagai penjaga gerbang yang sibuk memeriksa format proposal. Jika ide-ide dari dinas teknis tidak diberi ruang, maka inovasi daerah akan mati di meja birokrasi.

Sementara di BPKAD, alasan klasik “belum ada pagu”, “revisi anggaran belum turun” atau “menunggu DPA” terus menjadi pembenaran untuk keterlambatan. Kondisi ini menciptakan efek domino yakni menyebabkan program tertunda, serapan anggaran lambat dan masyarakat kehilangan manfaat.

Dinas Pariwisata: Potensi Besar, Eksekusi Kecil

Lumajang dianugerahi portofolio destinasi kelas wahid yakni Tumpak Sewu, Puncak Argosari, Ranupani hingga wisata religi Senduro. Namun Dinas Pariwisata belum tampil sebagai motor penggerak ekosistem. Potensi alam yang kuat tidak otomatis menjadi manfaat ekonomi jika kurang kurasi produk, kalender acara yang sporadis dan minimnya orkestrasi lintas pelaku (desa wisata, komunitas, UMKM, perhubungan, hingga kesehatan dan kebencanaan).

Masalah utamanya bukan sekadar promosi yang lemah, melainkan rantai nilai pariwisata yang belum dibangun yakni paket tematik (sunrise–culture–agro), one gate ticketing untuk menutup kebocoran retribusi, sertifikasi CHSE bagi homestay/pemandu, serta SOP respons darurat (cuaca ekstrem/erupsi) yang jelas. Akibatnya, kunjungan cenderung musiman (Lebaran, Libur Sekolah dan Tahun Baru) tanpa strategi shoulder season dan weekday economy. Dampaknya langsung terasa pada PAD sektor wisata yang tidak optimal serta lama tinggal wisatawan yang pendek.

Dari sisi pemasaran, jejak digital dan data intelijen pasar masih lemah. Tidak ada dashboard hunian homestay, pelacakan sumber trafik atau kolaborasi berbayar dengan KOL niche tourism (pendaki, fotografer, family traveler). Banyak destinasi tetangga menang bukan karena panorama lebih indah, tapi karena disiplin packaging yakni storytelling, akses, amenitas, agenda festival yang konsisten dan tiket terintegrasi dengan transportasi lokal.

Indikator kinerja yang perlu dibenahi cepat:

  • Kalender event tahunan (bukan ad-hoc) yang menjadi jangkar promosi.

  • Bundling tiket–transport–guide berbasis one gate system untuk meningkatkan kepastian layanan dan mengurangi kebocoran.

  • KPI digital (CTR, konversi pemesanan, repeat visit, length of stay).

  • Skema inkubasi desa wisata (kurasi produk, standar layanan, kemasan suvenir dan akses pembiayaan UMKM).

  • MoU lintas OPD (perhubungan, perizinan, UMKM, Disbud, BPBD) agar promosi sejalan dengan kesiapan lapangan.

Tanpa re-engineering seperti di atas, Dinas Pariwisata akan terus menjadi “divisi promosi” yang hanya mencetak spanduk, alih-alih menjadi dirigen ekonomi kreatif yang menggerakkan lapangan kerja, memperpanjang lama tinggal dan mendongkrak PAD secara terukur.

Koordinasi Antar-OPD yang Rapuh

Masalah paling mendasar bukan pada kekurangan sumber daya, tetapi kultur birokrasi yang lemah koordinasi. Setiap dinas berjalan sendiri-sendiri, sibuk dengan kepentingan sektoral dan jarang duduk satu meja untuk menyamakan langkah. Ego sektoral yang kelewat tinggi sudah lama menjadi perbincangan di internal birokrasi maupun di masyarakat Lumajang.

Dalam situasi seperti ini, visi bupati betapapun visionernya, akan sulit diwujudkan jika tidak ada keselarasan antar-organisasi perangkat daerah. Lumajang butuh orkestrasi, bukan sekadar barisan pejabat yang menunggu instruksi.

Moral ASN Mulai Tergerus

Selain problem kinerja, publik juga mulai resah dengan fenomena moral di kalangan ASN.
Isu perselingkuhan antar-aparatur atau hubungan gelap di lingkungan kantor sudah menjadi rahasia umum yang beredar di banyak instansi. Sebagian bahkan menimbulkan konflik internal dan mengganggu ritme pelayanan publik.

Fenomena ini tidak hanya memalukan, tapi juga merusak citra ASN sebagai pelayan rakyat. Bagaimana publik bisa percaya pada birokrasi, jika aparatur sibuk urusan pribadi di jam kerja? Integritas bukan hanya soal menolak suap, tapi juga menjaga kehormatan pribadi dan tanggung jawab moral di tengah lingkungan kerja yang menuntut keteladanan.

Mutasi Sebagai Jalan Reformasi

Dalam kondisi seperti ini, langkah berani harus diambil. Bupati Indah Masdar perlu melakukan mutasi besar-besaran terhadap pejabat yang tidak produktif, tidak disiplin dan tidak sejalan dengan visi pemerintahan. Mutasi bukan balas dendam politik, melainkan terapi untuk birokrasi yang kronis.

Beberapa poin penting yang layak menjadi dasar langkah mutasi:

  • Evaluasi objektif kinerja dinas dan pejabat. Siapa yang mencapai target diberi ruang, siapa yang stagnan harus digeser.

  • Promosi berdasarkan kompetensi dan integritas, bukan kedekatan. ASN muda dengan gagasan segar perlu diberi peluang.

  • Penegakan disiplin moral dan etika kerja. Aparatur yang terlibat skandal pribadi harus ditindak tegas, bukan dilindungi.

  • Penyegaran di Bappeda dan BPKAD. Kedua lembaga ini menjadi jantung perencanaan dan keuangan. Bila lemah, seluruh sistem ikut lumpuh.

Mutasi bukan hanya soal mengganti posisi, tapi mengganti pola pikir dan semangat kerja.

Indah Masdar dan Momentum Emas Reformasi

Kepemimpinan Indah Masdar datang dengan modal legitimasi kuat dan ekspektasi tinggi. Masyarakat Lumajang menaruh harapan bahwa kepemimpinan perempuan di puncak birokrasi akan membawa gaya baru: tegas, empatik, tapi berorientasi hasil.

Namun momentum tidak akan bertahan lama. Bupati baru hanya punya waktu singkat untuk menunjukkan arah perubahan sebelum birokrasi lama kembali mengunci sistem dari dalam. Langkah paling strategis adalah menata ulang tim, memperkuat OPD strategis dan menempatkan pejabat yang benar-benar bekerja, bukan sekadar hadir di apel pagi.

Jika Indah Masdar berani melakukan langkah ini, maka ia akan dikenang bukan sekedar sebagai penerus kekuasaan, tetapi sebagai pembaharu birokrasi Lumajang.

Pelayanan Publik Butuh Keberanian Politik

Reformasi birokrasi tidak bisa hanya mengandalkan regulasi dan instruksi. Ia butuh keberanian politik. Keberanian untuk menegur pejabat senior yang malas. Keberanian untuk menyingkirkan ASN yang menjadikan jabatan sebagai zona nyaman. Dan keberanian untuk memulihkan kembali citra ASN sebagai pelayan rakyat, bukan penikmat fasilitas.

Keberanian ini harus dimulai dari puncak pimpinan. Ketika bupati menunjukkan ketegasan, barulah aparatur di bawahnya akan menyesuaikan ritme. Sebaliknya, bila pimpinan ragu dan kompromistis, maka birokrasi akan terus berjalan di tempat dan sibuk pada hal-hal kecil tapi melupakan tujuan besar.

Bersih Birokrasinya, Bangkit Daerahnya

Lumajang memiliki potensi besar di sektor pariwisata, pertanian, peternakan hingga energi alam. Tapi semua potensi itu akan sia-sia jika birokrasi tetap berjalan di gigi satu. Perubahan tidak akan datang dari luar, ia harus dimulai dari dalam. Dimulai dari keberanian seorang pemimpin untuk membersihkan mesin pemerintahannya.

Mutasi besar-besaran terhadap ASN yang tidak loyal pada visi pelayanan publik adalah langkah moral, administratif dan politis yang sah. Ini bukan sekadar ganti orang, tapi ganti arah.

Birokrasi yang bersih dan produktif adalah fondasi pembangunan dan Lumajang hari ini membutuhkan pemimpin yang berani menegakkan itu tanpa takut kehilangan popularitas. Karena pada akhirnya, sejarah tidak mengingat siapa yang bermain aman, tetapi siapa yang berani mengguncang sistem demi kepentingan rakyat.

Oleh Redaksi LensaWarta.com

Artikel ini telah dibaca 134 kali

badge-check

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Gotong Royong Ekonomi Rakyat, Strategi Koperasi Lumajang Hadapi Kendala Modal

24 Oktober 2025 - 10:14 WIB

PD Semeru Bangkrut, Bupati Lumajang: Sementara Stagnan Hingga Anggaran Normal

24 Oktober 2025 - 09:18 WIB

Audit Bongkar Kerugian Rp 3 Miliar di PD Semeru, Bupati Lumajang: Sistemnya Memang Buruk

24 Oktober 2025 - 09:06 WIB

Bupati Lumajang Dorong Pekerja Eks Lokalisasi Dapat Lapangan Kerja Lewat Program MBG

24 Oktober 2025 - 08:16 WIB

Bupati Lumajang Tunjuk Camat Perempuan Tangani Isu Sosial di Sumbersuko

24 Oktober 2025 - 08:06 WIB

Bupati Indah: Masih Ada Pejabat dengan Gesture Sombong, Nanti Saya Panggil!

23 Oktober 2025 - 16:03 WIB

Trending di Daerah