Lumajang, – Aksi berani Bupati Lumajang, Indah Amperawati, menangkap langsung pelaku penimbunan solar subsidi pada Senin (3/11/2025) malam, membuka tabir panjangnya rantai mafia BBM di daerahnya.
OTT yang dilakukan di dekat SPBU Desa Labruk Lor itu mengungkap bahwa praktik penyelewengan solar subsidi tidak hanya melibatkan sopir dan oknum operator SPBU, tetapi juga penimbun dan perusahaan industri sebagai pembeli akhir.
Sekitar pukul 18.42 WIB, sebuah truk bernomor polisi N 9407 UN masuk ke area SPBU Labruk Lor. Di balik kabin truk yang dikemudikan UP, warga Jogoyudan, Lumajang, tidak ada yang menyangka kendaraan itu sedang dibuntuti langsung oleh orang nomor satu di Lumajang.
Indah mengikuti gerak-gerik truk tersebut sejak sebelum memasuki SPBU. Saat truk selesai melakukan pengisian senilai Rp 500.000 atau setara 73,520 liter solar subsidi, kecurigaan semakin kuat ketika mendapati sopir itu menguasai lebih dari 10 barcode untuk pembelian solar.
Baca juga: Cegah Penyalahgunaan BBM Subsidi, Pertamina Beri Refreshment Petugas SPBU Lumajang
Di balik bak truk, Bupati Indah mendapati tandon air lengkap dengan selang dan mesin penyedot yang digunakan untuk memindahkan solar dari tangki utama ke tandon. Modus yang tampak rapi ini menunjukkan praktik penimbunan yang sudah berjalan sistematis.
Dari OTT tersebut, Indah menegaskan bahwa praktik penyelewengan solar subsidi di Lumajang bukan aksi individu, melainkan jaringan yang melibatkan tiga kelompok pelaku, seperti oknum petugas SPBU, mendapat keuntungan sekitar Rp 300 per liter dari selisih harga pembelian solar curang. Dalam sehari, mereka dapat meraup sekitar Rp 300.000, atau Rp 109 juta per tahun.
Baca juga: Atasi Kelangkaan, Pertamina Tambah Pasokan BBM Jember Jadi 2.000 KL per Hari
Mereka membeli solar subsidi seharga Rp 7.100 dan menjualnya kembali ke perusahaan industri seharga Rp 9.000 per liter, meraup untung Rp 1.900 per liter. Dengan penjualan rata-rata 2.000 liter per hari, kelompok ini dapat menghasilkan Rp 3,8 juta per hari, atau Rp 1,38 miliar per tahun.
Sedangkan, perusahaan industri nakal, sebagai pembeli akhir, perusahaan yang seharusnya menggunakan solar industri dengan harga sekitar Rp 20.000 per liter, mendapat keuntungan terbesar. Dengan membeli solar subsidi seharga Rp 9.000, mereka bisa menghemat hingga Rp 22 juta per hari, atau sekitar Rp 8 miliar per tahun.
“Ini bukan sekadar sopir dan operator. Ada rantai mafia yang berlapis dari SPBU hingga perusahaan besar. Ini perampokan subsidi rakyat,” kata Indah, Selasa (18/11/2025).
Praktik penyelewengan ini berdampak langsung kepada masyarakat. Kelangkaan solar subsidi di SPBU, antrean panjang kendaraan, dan macetnya distribusi ekonomi daerah menjadi efek domino yang dirasakan publik.
“Beberapa waktu lalu terjadi antrean panjang karena solar habis. Masyarakat dirugikan, sementara mereka yang tidak berhak menikmati subsidi justru diuntungkan,” kata Indah.
Untuk diketahui, harga asli solar adalah Rp 13.500 per liter. Pemerintah memberikan subsidi Rp 6.700, sehingga masyarakat bisa membeli di SPBU seharga Rp 6.800.
Ketika 1.000 liter solar subsidi diselewengkan setiap hari, negara kehilangan subsidi sekitar Rp 6,7 juta, atau Rp 2,4 miliar per tahun.
Kerugian ini belum termasuk dampak ekonomi jangka panjang seperti distorsi harga dan menurunnya daya beli masyarakat yang membutuhkan BBM bersubsidi.
Aksi OTT yang dilakukan langsung oleh Bupati Lumajang dinilai sebagai langkah berani sekaligus pesan tegas bahwa pemerintah daerah tidak akan tinggal diam terhadap mafia BBM. Indah menyatakan bahwa operasi serupa akan terus dilakukan dan meminta Pertamina memperketat pengawasan barcode pengisian.
Tinggalkan Balasan